January 17, 2025 By Reynaldi Aditya R.
17 Januari 2025 – Ijazah merupakan dokumen penting yang menjadi bukti kelulusan seseorang dari lembaga pendidikan. Dokumen ini tidak hanya menandai pencapaian akademik, tetapi juga menjadi pintu pembuka untuk karier dan pendidikan lanjutan. Kasus pembatalan ijazah 233 alumni Stikom Bandung yang terjadi belakangan ini menimbulkan keresahan di kalangan akademisi dan masyarakat luas, memunculkan pertanyaan tentang sistem pendidikan tinggi dan tanggung jawab institusi pendidikan dalam menerbitkan ijazah.
Dalam dunia pendidikan dan karier profesional, ijazah bukan sekadar selembar kertas. Dokumen ini memiliki kekuatan hukum dan menjadi syarat penting untuk melanjutkan karier atau pendidikan. Setiap ijazah yang diterbitkan harus memenuhi standar dan peraturan yang berlaku di Indonesia untuk menjamin kualitas dan keabsahannya.
Pemerintah Indonesia telah menetapkan berbagai aturan untuk memastikan keabsahan ijazah. Beberapa peraturan utama termasuk Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 3 Tahun 2020 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. Setiap ijazah yang diterbitkan wajib memiliki Penomoran Ijazah Nasional (PIN) dan terdaftar dalam Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PDDikti).
Pembatalan ijazah bukan keputusan yang diambil dengan mudah oleh institusi pendidikan. Tindakan ini hanya dilakukan dalam situasi-situasi tertentu yang dianggap serius dan melanggar integritas akademik. Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan pembatalan ijazah melibatkan berbagai aspek, mulai dari pelanggaran akademik hingga masalah administratif yang signifikan.
Alasan dan Dampak Pembatalan Ijazah
Kecurangan akademik seperti plagiasi atau manipulasi data bisa menyebabkan ijazah ditarik kembali. Perguruan tinggi memiliki wewenang untuk membatalkan ijazah jika ditemukan bukti pelanggaran serius. Selain itu, ketidaksesuaian data akademik, seperti jumlah SKS yang tidak memenuhi syarat atau nilai yang tidak terdaftar dengan benar di PDDikti, juga bisa menjadi alasan pembatalan ijazah.
Tidak ada ketentuan hukum yang secara spesifik menetapkan batas waktu berlakunya pembatalan ijazah di Indonesia. Pembatalan ijazah biasanya ditentukan oleh kebijakan internal masing-masing perguruan tinggi dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Keputusan pembatalan ijazah bisa diambil kapan saja selama ditemukan pelanggaran akademik atau administratif yang cukup serius.
Pembatalan ijazah dapat mempengaruhi keabsahan sertifikat profesi yang dimiliki seseorang. Sertifikat profesi yang diterbitkan berdasarkan ijazah yang dibatalkan mungkin perlu ditinjau ulang. Dalam kasus seperti ini, pemegang sertifikat profesi mungkin perlu mengikuti proses verifikasi ulang atau memenuhi persyaratan tambahan sesuai dengan kebijakan lembaga profesi terkait.
Pada Desember 2024, Tim Evaluasi Kinerja Akademik (EKA) dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi mengungkap sejumlah kejanggalan dalam proses kelulusan mahasiswa Stikom Bandung periode 2018-2023. Kejanggalan tersebut meliputi perbedaan nilai akademik dan jumlah Satuan Kredit Semester (SKS) antara data internal kampus dan Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PDDikti), serta ijazah yang tidak mencantumkan Penomoran Ijazah Nasional (PIN). Beberapa skripsi mahasiswa juga belum menjalani tes plagiasi sesuai standar akademik.
Pada Januari 2025, setelah evaluasi mendalam, Stikom Bandung mengumumkan pembatalan kelulusan dan menarik kembali ijazah dari 233 alumni. Pihak kampus beralasan bahwa langkah ini perlu untuk menjaga integritas akademik dan memastikan semua lulusan memenuhi standar.
Stikom Bandung memutuskan untuk membatalkan 233 ijazah alumninya dari periode kelulusan 2018 hingga 2023. Pembatalan ini disampaikan melalui Surat Keputusan Ketua Stikom Bandung Nomor 481/Skep-0/E/Stikom XII/2024. Keputusan ini muncul setelah ditemukannya sejumlah pelanggaran prosedur akademik dalam proses kelulusan mahasiswa.
Ketua Stikom Bandung, Dedy Djamaludin Malik, secara terbuka mengakui adanya praktik jual beli nilai di lingkungan kampus. Ia menyebutkan bahwa kesalahan tersebut menjadi bagian dari buruknya pengelolaan yang terjadi di institusi tersebut.
“Iya, betul ada kekhilafan kita, tapi ada kontribusi dari mahasiswa,” ujar Dedy saat dikonfirmasi mengenai praktik jual beli nilai, Rabu (15/1).
Selain itu, hasil investigasi yang dilakukan oleh Tim Evaluasi Kinerja Akademik (EKA) Kemendikbudristek menemukan beberapa kejanggalan terkait prosedur akademik kelulusan mahasiswa. Menurut Dedy, ijazah yang dibatalkan tidak memenuhi syarat akademik yang berlaku, seperti:
Alumni berpendapat bahwa kejanggalan administrasi yang ditemukan oleh Tim Evaluasi Kinerja Akademik (EKA) adalah tanggung jawab pihak kampus, bukan kesalahan mereka. Mereka merasa telah menyelesaikan semua kewajiban akademik sesuai dengan ketentuan yang berlaku saat itu.
Alumni khawatir bahwa penarikan ijazah dapat merusak reputasi mereka dan mengancam karier mereka. Banyak dari mereka telah menggunakan ijazah tersebut untuk melamar pekerjaan atau melanjutkan pendidikan.
Para alumni merasa bahwa keputusan tersebut diambil tanpa transparansi dan komunikasi yang memadai. Mereka menuntut penjelasan yang lebih rinci dan proses yang adil sebelum mengambil tindakan lebih lanjut. Banyak yang menilai keputusan ini hanya menambah beban tanpa memberikan solusi yang jelas.
Penjabat Gubernur Jawa Barat, Bey Triadi Machmudin, menyoroti pentingnya penyelesaian masalah ini tanpa merugikan alumni. Dia meminta Dinas Pendidikan berkoordinasi dengan pihak terkait, termasuk Stikom Bandung, dan menekankan pentingnya mahasiswa teliti dalam memilih institusi pendidikan.
Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDikti) Wilayah IV Jawa Barat-Banten juga menegaskan bahwa sanksi administrasi akan tetap berlaku hingga masalah ini terselesaikan. Mereka meminta Stikom Bandung segera memperbaiki catatan akademik dan mengurus penomoran ijazah yang hilang agar sanksi bisa dicabut.
Stikom Bandung menawarkan program perkuliahan tambahan untuk alumni yang terdampak, dengan tujuan melengkapi kekurangan SKS atau nilai akademik. Program ini dirancang agar alumni hanya menyelesaikan kekurangan yang ada, tanpa mengulang dari awal. Namun, banyak alumni menolak solusi ini karena mereka merasa tidak seharusnya menanggung akibat dari kelalaian administrasi yang bukan kesalahan mereka.
Untuk alumni yang belum mengembalikan ijazah, Stikom Bandung berencana berkonsultasi lebih lanjut dengan Tim EKA untuk menentukan langkah yang sesuai. Pihak kampus juga berjanji memperbaiki sistem administrasi akademik mereka agar kejadian serupa tidak terulang.
Kasus ini menjadi pelajaran penting tentang pentingnya ketelitian dalam administrasi akademik. Calon mahasiswa perlu lebih cermat dalam memilih institusi pendidikan, sementara perguruan tinggi harus meningkatkan standar administrasi dan transparansi mereka.
Penarikan ijazah bukan hanya masalah administratif, tetapi berdampak besar pada masa depan para alumni. Diperlukan solusi yang adil dan bijaksana untuk menyelesaikan masalah ini, dengan mempertimbangkan kepentingan semua pihak yang terlibat.
Related Tags & Categories :