June 25, 2025 By pj
25 Juni 2025 – Gejolak harga minyak global yang dipicu oleh konflik di Timur Tengah, terutama antara Iran dan Israel, kembali menjadi sorotan. Pemerintah Indonesia melalui Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menanggapi situasi ini dengan menekankan pentingnya ikhtiar dan doa sebagai bentuk antisipasi. Dalam situasi global yang tidak menentu, Indonesia tidak bisa menggantungkan harapan pada negara lain. Pemerintah juga tengah membuka peluang kerja sama energi, termasuk impor dari Rusia dan optimalisasi sumur migas dalam negeri.
Menteri Bahlil Lahadalia menegaskan bahwa lonjakan harga minyak dunia akibat konflik di Timur Tengah perlu disikapi dengan ikhtiar dan doa. Dalam pernyataannya di Jakarta Geopolitical Forum ke-9, ia menyebut bahwa dalam kondisi seperti saat ini, Indonesia tidak bisa berharap pada negara lain.
“Karena hanya doa dan ikhtiar kita secara internal, yang bisa menyelamatkan kita. Kita nggak bisa berharap pada negara lain, dalam kondisi seperti ini. Karena apa? Hampir semua negara juga memikirkan tentang negara mereka,” tegas Bahlil.
Menurutnya, hampir semua negara kini memprioritaskan kepentingan nasional masing-masing, sehingga kerja sama lintas negara tidak bisa sepenuhnya diandalkan saat krisis global melanda.
Meskipun harga minyak dunia mengalami fluktuasi, Bahlil menyebut bahwa level harga saat ini masih berada di bawah asumsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2025, yaitu sebesar 82 dolar AS per barel.
Saat ini, harga minyak tercatat di kisaran 67 hingga 68 dolar AS per barel, setelah sebelumnya sempat menembus 78 hingga 79 dolar AS. Meski demikian, Bahlil tetap mengingatkan bahwa kondisi ini bisa berubah cepat mengikuti dinamika global.
“Artinya secara APBN itu bagus sebenarnya. Tapi kalau di atas 82 dolar AS per barel, itu pasti kan ada perhitungan baru,” ujarnya.
Fluktuasi harga minyak dunia tidak lepas dari memanasnya konflik antara Iran dan Israel. Bahlil menyebut bahwa gejolak ini sempat menimbulkan kekhawatiran besar, terutama jika jalur energi penting seperti Selat Hormuz terdampak.
“Menyangkut dengan harga yang naik turun kemarin ketika terjadi Israel dan Iran, itu sempat khawatir kita. Beberapa menteri ekonomi di dunia, termasuk menteri energinya, kami juga berkomunikasi,” ungkapnya.
Konflik tersebut bahkan sempat menaikkan harga minyak mentah hingga 78 dolar AS per barel. Namun, setelah muncul kabar tentang kesepakatan gencatan senjata, harga kembali turun ke kisaran 67 dolar AS per barel.
Sebagai bagian dari antisipasi terhadap lonjakan harga dan potensi kelangkaan energi, pemerintah juga membuka peluang kerja sama impor migas dari Rusia. Menurut Bahlil, langkah ini merupakan tindak lanjut dari pertemuan bilateral antara Presiden Prabowo Subianto dan Presiden Rusia Vladimir Putin.
“Mereka (Rusia) menawarkan ada gas yang bisa kita beli, kemudian bisa juga kita melakukan impor minyak,” kata Bahlil.
Penjajakan kerja sama ini juga mencakup pengembangan sumur migas tua dan baru di Indonesia. Rusia dinilai sebagai mitra yang cocok karena memiliki teknologi dan pengalaman panjang di sektor energi.
Pemerintah juga akan mengintensifkan koordinasi dengan PT Pertamina (Persero) untuk membahas langkah-langkah taktis dalam menjaga ketersediaan energi nasional. Hal ini menjadi penting karena Iran sempat mengancam akan menutup Selat Hormuz—jalur pelayaran penting bagi distribusi minyak global.
“Saya besok juga ada rapat dengan Pertamina untuk membahas berbagai langkah-langkah taktis dalam menghadapi dinamika global, khususnya kepada ketersediaan energi kita, karena menyangkut dengan Selat Hormuz ini harus kita hitung baik,” terang Bahlil.
Bahlil menambahkan bahwa pemerintah akan terus mendorong peningkatan lifting migas dalam negeri agar Indonesia tidak bergantung pada pasokan luar.
“Tidak ada cara lain apapun kita lakukan untuk meningkatkan lifting. Memang ini pekerjaan berat. Ini pekerjaan yang agak panjang. Tapi harus kita lakukan,” tegasnya.
Related Tags & Categories :