December 23, 2024 By Abril Geralin
23 Desember 2024 – Beberapa waktu lalu, jagat kampus Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar diguncang berita yang nggak main-main: sindikat pemalsuan uang! Lebih dari sekadar urusan kriminal biasa, kejadian ini benar-benar mencoreng nama baik kampus dan menimbulkan pertanyaan besar soal pengawasan internal. Suasana di kampus pun jadi nggak karuan, kepercayaan antar warga kampus ikut terdampak.
Bayangin aja, perpustakaan yang seharusnya jadi tempat tenang buat nyari ilmu, malah disalahgunakan jadi tempat produksi uang palsu. Ironis, kan? Kabarnya, Kepala Perpustakaan UIN Alauddin, inisial AI, diduga kuat jadi dalang yang nyediain “tempat aman” buat kegiatan ilegal ini. Wah, ini sih namanya pengkhianatan terhadap kepercayaan yang udah dikasih institusi dan nilai-nilai luhur pendidikan.
Modusnya juga terbilang rapi. Mesin cetak gede seharga Rp600 juta, yang didatengin dari China lewat Surabaya, diselundupin ke perpustakaan pas malam hari. Lokasi cetaknya disembunyiin di balik dinding triplek di lorong depan toilet. Staf perpustakaan sendiri ngaku nggak ngeh sama aktivitas mencurigakan itu, padahal sering denger suara-suara aneh di malam hari setelah jam operasional perpustakaan tutup. Nah, di sinilah muncul pertanyaan soal pengawasan internal kampus, khususnya di area perpustakaan. Kok bisa ya aktivitas sebesar ini lolos dari pantauan selama berbulan-bulan?
Kejadian ini juga berdampak psikologis buat mahasiswa dan staf. Rasa aman dan nyaman di kampus, terutama di perpustakaan, jadi terusik. Kepercayaan terhadap institusi juga dipertanyakan. Gimana mungkin lembaga pendidikan yang seharusnya menjunjung tinggi moral dan etika, malah kecolongan sama tindakan kriminal yang dilakuin oknum di dalamnya?
Skandal ini nggak cuma ngerusak citra UIN Makassar di mata publik, tapi juga menimbulkan krisis kepercayaan di internal kampus. Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UIN Alauddin bahkan menduga ada pihak lain di kampus yang terlibat selain 17 tersangka yang udah ditetapin polisi. Mereka mendesak Rektor UIN Alauddin, Hamdan Juhannis, buat mundur sebagai bentuk tanggung jawab atas kelalaian pengawasan internal.
Tuntutan ini nunjukkin adanya ketidakpuasan dan kekecewaan mahasiswa terhadap kepemimpinan kampus. Mereka ngerasa kasus ini udah nyoreng nama baik almamater dan nuntut tindakan tegas dan transparan dari rektorat. Pernyataan rektor yang cuma memberhentikan dua oknum yang terlibat dari kampus dianggap belum cukup buat meredam kekecewaan mahasiswa.
Selain tuntutan mundur rektor, kasus ini juga memicu perdebatan dan diskusi di kalangan civitas akademika soal sistem pengawasan internal kampus. Pertanyaan-pertanyaan kayak gimana mekanisme pengawasan keamanan, proses rekrutmen dan pembinaan staf, serta sistem pelaporan dan penanganan pelanggaran di kampus, jadi topik yang hangat dibahas.
Dugaan keterkaitan kasus ini dengan surat edaran rektor soal pembatasan aktivitas mahasiswa di kampus sampai jam lima sore juga menimbulkan spekulasi. Walaupun belum ada bukti yang kuat, hal ini makin nambah keraguan dan ketidakpercayaan mahasiswa terhadap rektorat. Munculnya spekulasi ini nunjukkin betapa besar dampak kasus ini terhadap iklim internal kampus.
Kabar soal terbongkarnya sindikat pemalsuan uang di UIN Alauddin Makassar emang bikin heboh. Tapi, yang lebih bikin merinding, 17 tersangka yang terlibat sekarang lagi menghadapi ancaman hukuman yang nggak main-main. Bisa-bisa, mereka mendekam di penjara seumur hidup!
Kapolda Sulsel, Irjen Pol Yudhiawan Wibisono, dengan tegas menyatakan bahwa para tersangka dijerat pasal berlapis. Pasal yang dikenakan adalah pasal 36 ayat (1), (2), dan (3) serta pasal 37 ayat (1) dan (2) UU Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang. Nah, pasal-pasal ini ancaman hukumannya paling berat ya penjara seumur hidup. Serem, kan?
Hukuman yang berat ini nunjukkin betapa seriusnya aparat dalam memberantas kejahatan pemalsuan uang. Soalnya, pemalsuan uang itu nggak cuma ngerugiin secara materi, tapi juga bisa ganggu stabilitas ekonomi negara. Makanya, penindakan yang tegas penting banget buat ngasih efek jera dan mencegah kejadian serupa di masa mendatang.
Dari keterangan Kapolda Sulsel juga terungkap fakta yang mengejutkan. Ternyata, operasi pemalsuan uang di UIN Makassar ini udah berjalan cukup lama, tepatnya sejak tahun 2010! Sempat berhenti beberapa tahun, eh, mereka balik lagi beraksi di tahun 2022. Bahkan, di bulan Oktober 2022, para pelaku nekat beli mesin cetak dari China lewat Surabaya, dan mulai produksi uang palsu di bulan Mei 2024. Bahan-bahan baku kayak kertas dan tinta juga diimpor dari China. Wah, ini sih udah direncanain matang-matang dan terorganisir banget.
Polisi nggak berhenti sampai di sini. Mereka masih terus ngembangin kasus ini buat nyari kemungkinan adanya pihak lain yang terlibat dan apa motif di balik tindakan nekat ini. Peran masing-masing dari 17 tersangka juga udah diidentifikasi, mulai dari yang nyetak, ngedarin, sampai yang nyediain bahan baku.
Biar lebih jelas, ini dia rincian peran 17 tersangka berdasarkan informasi dari kepolisian:
Kasus ini masih terus didalami oleh pihak kepolisian. Kita tunggu aja perkembangan selanjutnya. Yang jelas, kasus ini jadi pelajaran penting buat kita semua tentang bahaya pemalsuan uang dan pentingnya integritas.
Buat memulihkan citra kampus dan membangun kembali kepercayaan, UIN Makassar perlu ngelakuin langkah-langkah konkret dan transparan. Pertama, rektorat harus terbuka dan kooperatif dalam proses penyidikan polisi. Kalo emang ada indikasi keterlibatan pihak lain di kampus, harus diusut tuntas tanpa ditutup-tutupi.
Kedua, perlu ada audit internal menyeluruh terhadap sistem pengawasan keamanan dan pengelolaan aset kampus. Audit ini buat nyari celah-celah yang memungkinkan terjadinya tindakan kriminal dan ngerumusin langkah-langkah perbaikan.
Ketiga, rektorat perlu bangun komunikasi yang efektif dan transparan dengan civitas akademika, terutama mahasiswa. Dialog dan forum diskusi perlu diintensifin buat ngejelasin duduk perkara kasus ini, langkah-langkah yang udah dan bakal dilakuin kampus, serta ngejawab pertanyaan dan kekhawatiran mahasiswa dan staf.
Keempat, UIN Makassar perlu memperkuat penanaman nilai-nilai moral dan etika di lingkungan kampus. Program pembinaan karakter dan peningkatan kesadaran hukum perlu diintensifin buat mencegah kejadian serupa di masa mendatang.
Kasus skandal uang palsu di UIN Makassar ini emang pukulan berat buat dunia pendidikan. Tapi, di balik kejadian ini, ada pelajaran berharga yang bisa dipetik. Dengan langkah perbaikan yang tepat dan komitmen yang kuat, UIN Makassar bisa bangkit lagi dan memulihkan citranya sebagai lembaga pendidikan yang terpercaya.