July 26, 2025 By pj

26 Juli 2025 – Visinema Pictures resmi mengumumkan proyek film epik bertajuk Perang Jawa yang akan mengangkat kisah perlawanan Pangeran Diponegoro melawan kolonialisme Belanda. Film ini digarap dengan pendekatan historis dan visual berskala besar, diperkirakan mulai produksi pada 2027 dan tayang pada 2028.
Film sejarah yang berbasis riset mendalam
Film Perang Jawa tidak sekadar menjadi sajian hiburan, namun merupakan upaya serius dalam menghadirkan sejarah Indonesia secara utuh dan menggugah. Disutradarai oleh Angga Dwimas Sasongko dan diproduseri oleh Taufan Adryan, proyek ini melibatkan Gita Wirjawan sebagai produser eksekutif serta sejarawan kenamaan Peter Carey sebagai konsultan utama.
“Film ‘Perang Jawa’ diproduksi dengan optik dari riset yang dilakukan oleh Bapak Peter Carey yang meneliti sosok seorang Pangeran Diponegoro,” ujar Angga saat konferensi pers di Senayan, Jakarta.
Naskah film ditulis oleh penulis pemenang Piala Citra, Ifan Ismail, sementara Peter Carey, penulis The Power of Prophecy, akan memastikan keakuratan sejarah dalam setiap adegannya. “Kami ingin menciptakan dunia sinematik yang otentik, menggugah, dan relevan,” kata Angga.
Fokus pada Perang Jawa dan bukan biopik
Film ini bukanlah biografi penuh tentang hidup Pangeran Diponegoro, melainkan berfokus pada peristiwa lima tahun Perang Jawa (1825–1830). “Ini bukan film biopik tapi tentang satu peristiwa besar dan ada satu tokoh besar di dalamnya serta apa yang dilakukan,” kata Angga.
Perang yang dipicu pembangunan jalan di atas tanah leluhur Diponegoro ini kemudian menjadi salah satu konflik paling berdarah di Asia Tenggara, menewaskan lebih dari 200.000 jiwa. Peter Carey menyebut peristiwa ini sebagai “titik balik dalam sejarah Asia Tenggara.”
Diponegoro sebagai simbol perlawanan dan kemanusiaan
Gita Wirjawan menegaskan bahwa film ini tidak semata-mata soal militerisme. “Diponegoro tidak berjuang demi kekuasaan. Ia berjuang untuk harga diri, untuk Tanah Air, untuk kepercayaan dan martabat,” ujarnya.
Carey menggambarkan Diponegoro sebagai tokoh yang kompleks, “karismatik, religius, tegas, tetapi juga romantis dan manusiawi.” Bahkan saat menyerahkan diri kepada Jenderal De Kock, Carey mengutip bahwa “He showed not a trace of fear.”
Membangun dunia sinematik yang belum pernah ada di Indonesia
Film Perang Jawa dijanjikan akan menyajikan skala produksi besar, dengan desain produksi yang merekonstruksi dunia sosial dan spiritual Jawa abad ke-19. “Kami ingin membangun dunia dan menyampaikan cerita melalui visual yang kuat,” ujar Angga.
Visinema tidak hanya menargetkan penonton lokal, tetapi juga regional. Film ini diharapkan menjadi batu loncatan menuju sinema sejarah Indonesia yang mendunia. “Perang Jawa akan menjadi pengalaman sinematik yang menggugah,” sebut Angga.
Tantangan industri dan kesiapan kreator
Film ini disebut sebagai langkah besar Visinema setelah keberhasilan berbagai proyek seperti NKCTHI, Wiro Sableng, dan Mencuri Raden Saleh. Angga menyatakan bahwa penggarapan film ini tidak bisa tergesa-gesa. “Film ini tidak bisa dikerjakan secara tergesa-gesa. Kami ingin menyajikannya dengan kualitas terbaik,” ujarnya.
Angga juga mengakui bahwa minimnya film perang epik di Indonesia menjadi motivasi tersendiri. “Kami ingin menjadikan Cut Nyak Dien inspirasi untuk bisa membuat sebuah film yang enggak hanya sekadar bicara soal skala… tapi bagaimana sebuah film seperti punya dia bisa punya ‘impact’ dan inspirasi yang melampaui zaman dan masanya.”
Warisan budaya dan edukasi generasi muda
Film ini tak hanya berfungsi sebagai hiburan, tetapi juga warisan budaya dan sarana edukasi. “Kami percaya bahwa cerita Diponegoro masih sangat relevan hari ini, khususnya bagi generasi muda yang sedang mencari makna, identitas, dan keberanian,” ungkap Angga.
“Kalau kita tidak bisa bercerita tentang diri sendiri, siapa lagi yang akan melakukannya?” tambah Gita, menegaskan urgensi menyuarakan sejarah melalui medium film.
Related Tags & Categories :