December 26, 2024 By Zahra Nizar
26 Desember 2024 – Istilah populer dunia kencan ala Generasi Z ini dinamakan Throning. Istilah ini merujuk pada gaya berpacaran yang tidak dilandaskan cinta, melainkan motif untuk mengubah status sosialnya yang mendekati seseorang hanya untuk mengangkat reputasi dan status sosial di lingkungan mereka. Fenomena throning ini berkaitan salah satunya dengan sebuah hasil studi dari Science Advances, yang mana mengungkapkan bahwa sebagian besar pengguna aplikasi kencan mencari pasangan yang 25 persen lebih menarik daripada mereka. Secara tidak langsung, hal ini justru menunjukkan bahwa keinginan untuk dekat dengan seseorang dianggap memiliki status lebih tinggi.
Throning merupakan perilaku di mana seseorang menjalin hubungan dengan individu yang dianggap memiliki daya tarik sosial atau pengaruh yang lebih besar. Fenomena ini tidak hanya berakar pada keinginan untuk mendapatkan validasi sosial, tetapi juga mencerminkan perubahan nilai dalam hubungan di era digital. Menurut psikolog Divyanshi Prabhakar, throning sering berkaitan dengan masalah harga diri dan kebutuhan untuk merasa lebih bernilai melalui hubungan dengan orang-orang berpengaruh.
Generasi Z tumbuh dalam era digital yang memberikan peluang besar untuk meraih popularitas melalui media sosial. Menurut Jo Emerson, yang merupakan seorang pakar perilaku manusia, platform digital menjadi pemicu utama dalam tren ini. Generasi muda dapat melihat bagaimana individu biasa dapat mencapai ketenaran dan pengaruh secara instan, sehingga dapat memotivasi mereka untuk mengejar jalur serupa melalui hubungan yang romantis. Ketertarikan Gen Z terhadap throning juga didorong oleh keinginan untuk mendapatkan validasi sosial. Dalam konteks ini, menjalin hubungan dengan seseorang yang memiliki status sosial lebih tinggi dianggap sebagai cara untuk meningkatkan citra diri dan mendapatkan pengakuan dari teman-teman serta followers di media sosial. Selain itu, throning memberikan akses ke lingkaran sosial eksklusif, yang memberikan rasa inklusi dan keanggotaan dalam kelompok yang dihargai. Hal ini semakin memperkuat motivasi mereka untuk terlibat dalam hubungan yang berorientasi pada status.
Pakar Life & Relationship Coach asal India, Siddharrth S. Kumaar, menambahkan bahwa motivasi di balik sikap throning sering kali berkaitan dengan peningkatan harga diri dan pengaruh di media sosial. Dalam dunia yang semakin kompetitif ini, memiliki pasangan yang berpengaruh dapat meningkatkan daya tarik seseorang di platform digital, membantu mereka mendapatkan lebih banyak follower dan engagement pada konten yang mereka buat.
Ada beberapa motivasi yang mendasari fenomena throning. Pertama, ada kebutuhan untuk validasi sosial. Dalam era media sosial, banyak orang merasa tertekan untuk menunjukkan kehidupan yang sempurna dan menarik. Menjalin hubungan dengan seseorang yang memiliki status lebih tinggi dapat memberikan rasa percaya diri dan meningkatkan citra diri mereka di mata orang lain.
Kedua, throning juga dapat dipicu oleh ketidakpuasan pribadi. Beberapa individu mungkin merasa kurang percaya diri atau tidak puas dengan kehidupan mereka saat ini, sehingga mereka mencari pasangan yang dapat membantu mereka merasa lebih baik tentang diri mereka sendiri. Hal ini menciptakan siklus di mana hubungan menjadi alat untuk mencapai tujuan pribadi daripada sebagai bentuk cinta yang tulus.
Pakar hubungan Kate Daly menuturkan dalam menjalin hubungan yang berdasar pada status sosial ini dapat menciptakan ekspektasi yang tidak realistis dalam hubungan, karena pada dasarnya sikap tersebut lebih memprioritaskan hal-hal diluar yang berkaitan dengan pencapaian tertentu daripada kualitas hubungan atau kecocokan yang lebih mendalam.
Oleh karena itu, meskipun throning ini dapat memberikan keuntungan jangka pendek, seperti peningkatan popularitas dan pengakuan sosial, dampak jangka panjangnya yang sering kali kurang positif. Ketergantungan pada status sosial pasangan dapat menyebabkan tekanan untuk mempertahankan citra ideal di hadapan masyarakat. Banyak individu merasa tertekan untuk selalu tampil sempurna dan memenuhi ekspektasi orang lain, yang dapat mengarah pada stres kronis dan kecemasan sosial.
Hubungan yang dibangun atas dasar throning juga cenderung tidak autentik. Ketika koneksi emosional tidak menjadi prioritas, hubungan tersebut bisa menjadi rapuh dan tidak bertahan lama. Oleh karena itu, penting bagi individu untuk mengenali nilai intrinsik mereka sendiri dan berusaha membangun hubungan yang sehat berdasarkan rasa saling menghormati dan pengertian.
Untuk membangun hubungan yang sehat, penting bagi individu untuk mengenali nilai-nilai yang tertanam dari diri mereka sendiri. Berikut ialah beberapa langkah yang dapat diambil :
Secara keseluruhan, throning dalam hubungan Generasi Z di Indonesia mencerminkan interaksi antara teknologi, media sosial, dan dinamika sosial yang lebih luas. Meskipun ada daya tarik untuk meningkatkan status sosial melalui pasangan, penting bagi individu untuk menyadari nilai-nilai dasar dalam menjalin hubungan dan mencari koneksi yang lebih autentik. Dengan memahami dampak dari throning, Generasi Z dapat lebih bijaksana dalam memilih pasangan dan membangun hubungan yang sehat serta bermakna.