Leet Media

Fenomena Padel Indonesia Naik Daun Saat Swedia Alami kebangkrutan drastis

September 24, 2025 By pj

24 September 2025 – Olahraga padel tengah menjadi fenomena di Indonesia. Jakarta dan kota besar lainnya mengalami peningkatan minat yang signifikan, bahkan Indonesia menempati peringkat keenam untuk pertumbuhan tercepat di Asia Tenggara dan ke-29 di dunia menurut The International Padel Federation (FIP). Meski demikian, kondisi berbeda terjadi di Swedia, negara yang pernah menjadi pusat kebangkitan padel dunia, kini menghadapi gelombang kebangkrutan operator lapangan.

Sejarah dan Awal Masuknya Padel di Indonesia

Padel berasal dari Acapulco, Meksiko, diciptakan Enrique Corcuera pada 1969, lalu berkembang di Spanyol dan Argentina pada 1970-an. Padel pertama kali masuk Indonesia sekitar akhir 2019 melalui ekspatriat, pelajar, hingga pekerja yang mengenal olahraga ini di Eropa dan Amerika Latin.

Bona Palma, pendiri komunitas Padel Aja Udah (PAUD), mengungkapkan olahraga ini pertama berkembang di Bali sebelum populer di Jakarta.

“Awal mula PAUD berdiri hanya dimulai kurang dari 10 orang, sebagian besar berasal dari industri kreatif dan mengenal padel dari kolega Malaysia,” ujar Bona..

Kini komunitas PAUD memiliki hampir 1.000 anggota, membuktikan antusiasme yang semakin meluas

Fenomena Booming Padel di Dunia

Tidak hanya di Indonesia, padel juga booming di negara lain seperti Spanyol, Italia, Jerman, Inggris, hingga Amerika Serikat. Laporan Playtomic Global Padel Report mencatat lebih dari 50.000 lapangan padel di dunia pada 2024, naik 17 persen dari tahun sebelumnya. Fenomena ini diprediksi terus berkembang hingga 2027 dengan total 81.000 lapangan. 

Padel Redup dan Banyak Operator Bangkrut di Swedia

Berbanding terbalik dengan Indonesia, Swedia mengalami penurunan drastis. Data Creditsafe menunjukkan 90 perusahaan operator padel mengajukan kebangkrutan pada 2023. Ribuan lapangan terpaksa ditutup karena persaingan ketat, inflasi, serta menurunnya minat masyarakat kelas menengah. 

Andreas Ehrnvall, seorang veteran olahraga di Swedia, menilai ledakan pembangunan lapangan padel terlalu cepat dan berlebihan.

“Negara ini dengan cepat berubah dari memiliki 300 lapangan padel menjadi 3.500. Itu tidak bisa dipertahankan,” kata Ehrnvall

Bahkan investor besar seperti Triton Partners dan Zlatan Ibrahimovic yang ikut berbisnis padel pun merasakan dampak buruk dari krisis ini. Perusahaan besar seperti PDL United hingga We Are Padel mencatat kerugian ratusan juta euro dan menutup puluhan fasilitas.

Indonesia Sedang Mengalami Demam Padel

Berbeda dari Swedia, di Indonesia padel justru berkembang pesat. Komunitas tumbuh, lapangan selalu penuh, bahkan KONI sudah mendirikan Perkumpulan Besar Padel Indonesia (PBPI) dan memasukkan padel sebagai cabang ekshibisi di Pekan Olahraga Nasional.

Seorang pemain bernama Elyzabeth Hutahaean menuturkan bahwa padel membuatnya ketagihan meski sebelumnya tidak menyukai olahraga raket.

“Dulu aku merasa enggak bisa atau suka olahraga permainan, tapi padel beda. Aku main saja, enggak ada ambisi, tapi ternyata malah ketagihan,” katanya.

Hal senada diungkapkan Adianto Arminta, pemilik House of Padel (HOP) di Jakarta. Menurutnya, okupansi lapangan bisa mencapai 98 persen, bahkan saat Lebaran sempat penuh hampir setiap jam.

Padel Menjadi Fenomena Global

Meski padel meredup di Swedia, laporan terbaru memperkirakan jumlah lapangan padel di dunia bisa mencapai 85.000 unit pada 2026 dengan nilai ekonomi 6 miliar euro. Di Asia Tenggara, pertumbuhan olahraga ini dipimpin oleh Thailand dan Indonesia yang menunjukkan potensi besar.