Leet Media

Daripada Bung Hatta, Fadli Zon Lebih Pilih Kakek Prabowo Margono Djojohadikusumo sebagai Bapak Koperasi Indonesia

August 14, 2025 By pj

KOMPAS/HERU SRI KUMORO

14 Agustus 2025 – Margono Djojohadikusumo adalah salah satu tokoh penting dalam sejarah ekonomi Indonesia yang kiprahnya melampaui sekadar birokrat. Menteri Kebudayaan Fadli Zon bahkan menyebutnya lebih tepat dijuluki sebagai Bapak Koperasi Indonesia, sementara Mohammad Hatta ia sebut sebagai Bapak Ekonomi Kerakyatan. Warisan perjuangan Margono mulai dari memimpin Jawatan Koperasi pada masa Hindia Belanda, mendirikan Bank Nasional Indonesia (BNI) 46, hingga mencetak Oeang Republik Indonesia (ORI) menjadikannya simbol kemandirian ekonomi bangsa.

Peran Margono dalam Perkembangan Koperasi

Margono dikenal dekat dengan gerakan koperasi sejak menjabat sebagai ketua Jawatan Koperasi di era kolonial Hindia Belanda. Ia sebelumnya bekerja di Jawatan Perkreditan Rakyat sebelum diangkat menjadi pimpinan Jawatan Koperasi. Selama satu dekade masa kepemimpinannya, Margono mendata koperasi-koperasi pribumi yang berdiri antara 1930 hingga 1940. Hingga 1939, tercatat 574 koperasi dengan 52.055 anggota resmi.

Pengalamannya itu ia tuangkan dalam buku 10 Tahun Koperasi yang diterbitkan Balai Pustaka tahun 1941. Buku tersebut membahas sejarah koperasi hingga 1930, tata cara pendirian koperasi, jenis-jenis koperasi di Hindia Belanda, hingga regulasi resmi pemerintah kolonial. Fadli Zon menyebut karya tersebut sebagai “buku yang sangat monumental tentang sepuluh tahun koperasi”.

Pendapat yang Mempertanyakan Julukan Bapak Koperasi

Meski Fadli Zon memberikan julukan Bapak Koperasi kepada Margono, beberapa praktisi dan sejarawan memandang perannya sebatas pejabat kolonial. Firdaus Putra dari ICCI berpendapat, “Kalau dilihat dari bukunya yang 10 Tahun Koperasi, saya belum melihat pengembangan konsep koperasi secara utuh. Ia hanya sebagai pejabat saja saat itu.” Sejarawan Iip D. Yahya juga menilai bahwa peran aktivis koperasi dari bawah lebih terlihat pada sosok Niti Soemantri.

Pendirian BNI dan Pencetakan ORI

Setelah kemerdekaan, Margono menjadi tokoh di balik pendirian BNI pada 5 Juli 1946. BNI saat itu bertugas mencetak Oeang Republik Indonesia (ORI) sebagai simbol kedaulatan ekonomi bangsa. Langkah ini dilakukan di tengah kondisi ekonomi yang masih dipenuhi sisa mata uang penjajah.

Menteri Kebudayaan Fadli Zon menegaskan, “Margono bukan hanya tokoh perbankan, ia adalah pejuang ide dan integritas. Lewat BNI, ia membuktikan bahwa kemerdekaan ekonomi adalah bagian dari kemerdekaan sejati bangsa.”

Pengorbanan Pribadi dan Warisan Keluarga

Perjuangan Margono juga diwarnai pengorbanan pribadi ketika dua putranya, Subianto dan Sujono, gugur dalam Pertempuran Lengkong pada Januari 1946. Dalam memoar Kenang-Kenangan dari Tiga Zaman, Margono mengenang keluarganya sekaligus merekam sejarah dari era kolonial hingga kemerdekaan.

Cucu Margono, Endang Pratiwi, mengenang pesan kakeknya, “Eyang selalu berkata bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang berdiri di atas kakinya sendiri. Prinsip itu menjadi warisan paling berharga bagi kami.”

Pengakuan sebagai Bapak Uang RI

Selain disebut Bapak Koperasi oleh Fadli Zon, Margono juga dinilai layak diakui sebagai Bapak Uang Republik Indonesia. Muhammad Qodari menyebut, “Menghadirkan uang Republik bukan sekadar transaksi, tapi harga diri dan kemerdekaan.” Gagasan perbankan pro-rakyat yang ia rintis bahkan dianggap relevan untuk kebijakan ekonomi masa kini.

Pentingnya Mengenang Perjuangan Ekonomi Margono

Buku Margono Djojohadikusumo: Pejuang Ekonomi dan Pendiri BNI 1946 menjadi upaya mengisi kekosongan narasi perjuangan ekonomi dalam sejarah kemerdekaan. Iqbal Irsyad, ketua tim penulis, menekankan bahwa buku ini bukan hanya biografi, melainkan “jendela untuk melihat ulang akar kemandirian ekonomi bangsa.”