March 6, 2025 By Abril Geralin
06 Maret 2025 – Dalam lanskap sepak bola Indonesia yang terus berevolusi, sebuah terobosan besar tengah menghentak dunia olahraga tanah air. Proses naturalisasi pemain bola asing menjadi warga negara Indonesia bukan sekadar sebuah prosedur administratif, melainkan sebuah strategi cerdas untuk mengangkat martabat sepak bola nasional di pentas internasional.
Pada awal Maret 2025, Komisi XIII dan Komisi X DPR RI telah memberikan lampu hijau untuk naturalisasi tiga pemain berbakat: Emil Audero, Joey Pelupessy, dan Dean James. Keputusan ini bukanlah sekadar formalitas, melainkan langkah strategis dalam upaya memperkuat Timnas Indonesia menjelang tantangan besar di kancah internasional.
Emil Audero, seorang kiper berusia 27 tahun kelahiran Mataram dengan latar belakang bermain di klub-klub ternama Serie A seperti Inter Milan dan Juventus, membawa pengalaman dan kualitas tinggi. Joey Pelupessy, gelandang bertahan 31 tahun dengan pengalaman di liga-liga Eropa, dan Dean James, bek kiri berbakat berusia 24 tahun lulusan akademi Ajax Amsterdam, turut memperkaya komposisi timnas.
Dalam rapat tersebut, Ahmad Dhani menghadirkan gagasan yang cukup mengejutkan sekaligus menarik perhatian. Ia mengusulkan pendekatan yang jauh dari konvensional dalam proses naturalisasi. “Cari pemain bola di atas 40 tahun yang mau dinaturalisasi, dan mungkin yang duda, kita carikan jodoh di Indonesia,” ujarnya dengan nada serius namun disambut gelak tawa para anggota Komisi X.
Dhani lebih lanjut merincikan idenya dengan mengatakan, “Kita bisa cari pemain dari Arab, Aljazair, atau Maroko, banyak pemain jago-jago yang sudah tua, kita naturalisasi, kita carikan istri di sini, lalu anaknya kita bina. Saya yakin hasilnya pasti akan lebih baik karena dia kelahiran Indonesia.”
Lebih mendetail, ia menyarankan untuk mencari pemain dengan ras yang mirip dengan Indonesia, entah dari Afrika atau Korea. “Kalau bisa dicari yang mungkin rasnya mirip dengan kita, enggak ada masalah. Yang penting warna kulitnya masih seperti kita,” tegasnya.
Proses naturalisasi ini memiliki tujuan multidimensi. Pertama, memperkuat skuad Timnas Indonesia dalam kualifikasi Piala Dunia 2026 dan persiapan Piala Asia 2027. Kedua, menghadirkan pemain berkualitas internasional yang dapat langsung memberikan kontribusi signifikan pada permainan tim.
Ketua Umum PSSI, Erick Thohir, dengan visi ambisius menegaskan bahwa program ini tidak sekadar tentang merekrut pemain asing, melainkan bagian dari strategi komprehensif pengembangan sepak bola Indonesia. Hal ini tercermin dari keberhasilan timnas Indonesia lolos ke Piala Asia di berbagai kategori umur, sebuah prestasi bersejarah yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Proses naturalisasi dilakukan dengan kecepatan tinggi. Dengan tenggat pendaftaran pemain untuk laga melawan Australia pada 10 Maret, PSSI dan Kementerian Pemuda dan Olahraga bekerja keras menyelesaikan prosedur administratif. Komisi X DPR RI telah menyetujui rekomendasi pemberian kewarganegaraan, yang selanjutnya akan dibahas dalam Sidang Paripurna dan menunggu persetujuan Presiden Prabowo Subianto.
Menariknya, dalam rapat tersebut, anggota Komisi X Ahmad Dhani mengajukan gagasan yang cukup kontroversial. Ia menyarankan agar naturalisasi tidak hanya fokus pada pemain aktif, tetapi juga mempertimbangkan pemain di atas 40 tahun yang dapat dinikahkan dengan wanita Indonesia, dengan harapan melahirkan keturunan berbakat.
Naturalisasi pemain bola Indonesia ini membuka babak baru dalam pengembangan sepak bola nasional. Bukan sekadar menambah kualitas permainan, tetapi juga menciptakan inspirasi bagi generasi muda untuk terus bermimpi dan berkembang.
Emil Audero dengan pengalamannya di liga top Eropa, Joey Pelupessy dengan kematangan bermain, dan Dean James dengan potensi jangka panjangnya, diharapkan dapat menjadi katalisator transformasi sepak bola Indonesia. Mereka bukan sekadar pemain asing yang dinaturalisasi, melainkan investasi masa depan bagi timnas.
Tentu, program naturalisasi tidak luput dari kritik. Pertanyaan tentang identitas, integritas, dan semangat kebangsaan akan selalu muncul. Namun, dalam konteks global dan perkembangan sepak bola modern, konsep kewarganegaraan dalam olahraga semakin cair dan fleksibel.
Erick Thohir dan jajarannya menyadari hal ini. Mereka tidak sekadar mencari pemain asing, tetapi membangun ekosistem sepak bola yang kompetitif, inklusif, dan berfokus pada prestasi.
Naturalisasi pemain bola Indonesia bukan sekadar perpindahan status kewarganegaraan. Ini adalah revolusi tersembunyi dalam cara kita memandang talenta, prestasi, dan representasi kebangsaan di bidang olahraga.
Dengan langkah berani ini, Indonesia tidak sekadar membuka pintu bagi tiga pemain berbakat, tetapi juga menyatakan pada dunia bahwa sepak bola nasional siap berkompetisi di pentas global. Masa depan tampaknya cerah, dan mimpi lolos ke Piala Dunia bukan lagi sekadar angan-angan.