June 17, 2025 By pj
17 Juni 2025 – Larangan penggunaan seragam yang menyerupai aparat negara oleh organisasi masyarakat (ormas) kini menjadi perhatian serius Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Aturan ini ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2017, dan pelanggaran terhadapnya akan dikenai sanksi administratif hingga pencabutan legalitas organisasi. Pemerintah berharap larangan ini mampu menertibkan keberadaan ormas di ruang publik agar tidak menciptakan kebingungan maupun rasa takut di tengah masyarakat.
Kemendagri menegaskan bahwa organisasi masyarakat tidak diperbolehkan mengenakan seragam yang menyerupai milik TNI, Polri, Kejaksaan, maupun lembaga pemerintahan lainnya. Hal ini disampaikan langsung oleh Wakil Menteri Dalam Negeri, Bima Arya, yang menjelaskan bahwa larangan tersebut memiliki dasar hukum yang kuat, yaitu Pasal 60 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2017.
Menurut Bima Arya, “Menggunakan nama, lambang, bendera, atau tanda gambar yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya Ormas lain atau partai politik,” merupakan pelanggaran yang dapat dikenai sanksi administratif secara bertahap.
Dalam penjelasannya, Kemendagri menyampaikan bahwa sanksi terhadap ormas yang melanggar aturan ini dapat diberikan melalui dua jalur. Pertama adalah sanksi administratif bertahap berupa peringatan tertulis, penghentian kegiatan, dan pencabutan Surat Keterangan Terdaftar (SKT) atau SK dari Kementerian Hukum dan HAM.
Sementara itu, jalur kedua adalah sanksi administratif langsung, jika ormas terbukti melakukan pelanggaran berat. Beberapa tindakan yang dapat dikenai sanksi ini antara lain adalah melakukan permusuhan, penistaan atau penodaan agama, kekerasan, mengganggu ketertiban umum, hingga menyebarkan paham yang bertentangan dengan Pancasila.
“Selanjutnya, dalam pasal 80a UU 16/2017 dalam hal dilakukan pencabutan maka ormas sekaligus dinyatakan bubar berdasarkan UU 16/2017,” tegas Bima Arya.
Bima Arya juga meminta kepala daerah untuk mendata dan menindak ormas yang menggunakan atribut mirip aparat. Dalam konferensi pers di Kantor Kemendagri, ia mengatakan, “Silakan kepala daerah melakukan proses pendataan Ormas yang menggunakan seragam yang melanggar Undang-Undang Ormas tadi.”
Bila masih terdapat ormas yang tidak memahami aturan, Kemendagri siap memberikan pendampingan dan penjabaran mengenai isi undang-undang tersebut. Pemerintah pusat juga tidak segan untuk turun tangan langsung bila kepala daerah gagal menertibkan pelanggaran ini.
Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Ahmad Sahroni, turut menyuarakan dukungan terhadap langkah Kemendagri. Ia menyebut, penggunaan seragam mirip TNI dan Polri oleh ormas telah lama meresahkan publik.
“Mereka yang bukan aparat negara, tiba-tiba hadir di ruang publik dengan seragam militeristik lengkap, memberi kesan seolah-olah mereka punya wewenang hukum,” kata Sahroni.
Ia berharap Kemendagri memberikan tenggat waktu kepada ormas untuk mengganti atribut mereka. “Kalau masih belum berubah atau malah beralasan, langsung saja jatuhkan sanksi, sampai pencabutan SK. Mau itu ormas kecil atau besar, enggak ada urusan,” tegasnya.
Larangan penggunaan atribut aparat oleh ormas diatur dalam sejumlah regulasi berikut:
Dalam Pasal 59 Ayat 1 UU Nomor 17 Tahun 2013 ditegaskan bahwa ormas dilarang “menggunakan nama, lambang, bendera, atau atribut yang sama dengan lembaga pemerintahan.”
Dirjen Politik dan Pemerintahan Umum (Polpum) Kemendagri, Bahtiar, menambahkan bahwa kebebasan berserikat memang dijamin oleh UUD 1945 Pasal 28, namun pelaksanaannya harus tetap berada dalam koridor hukum.
“Larangannya tidak boleh menggunakan pakaian-pakaian yang sama dengan pakaian TNI/Polri atau lembaga pemerintahan lainnya, harus ditertibkan,” kata Bahtiar.
Ia menegaskan pentingnya sinergi antara pemerintah pusat dan daerah dalam membentuk satuan tugas penanganan ormas bermasalah agar tidak ada celah pelanggaran yang dibiarkan berlarut.