July 13, 2025 By pj
13 Juli 2025 – Denmark mengambil langkah hukum revolusioner untuk menghadapi penyalahgunaan teknologi kecerdasan buatan (AI), khususnya dalam bentuk deepfake. Melalui perubahan Undang-Undang Hak Cipta, negara ini menjadi pelopor di Eropa dalam memberikan hak hukum kepada setiap individu atas wajah, suara, dan tubuh mereka sendiri. Aturan Ini diupayakan Regulator sebelum musim gugur, atau sekitar September-November 2025.
Perubahan Undang-Undang Hak Cipta Denmark Lindungi Identitas Digital Warga
Pemerintah Denmark secara resmi tengah mengusulkan perubahan besar dalam sistem perlindungan hak cipta. Rancangan Undang-Undang ini memberi individu hak eksklusif atas identitas visual dan suara mereka, termasuk wajah, tubuh, dan ekspresi vokal, sebagai respons terhadap ancaman penyalahgunaan teknologi AI generatif.
“Dalam RUU ini, kami sepakat dan mengirimkan pesan yang tegas bahwa setiap orang berhak atas tubuh, suara, dan fitur wajah mereka sendiri,” tegas Menteri Kebudayaan Denmark Jakob Engel-Schmidt.
Perubahan hukum ini akan memungkinkan warga Denmark meminta penghapusan konten deepfake dari platform digital jika disebarkan tanpa persetujuan mereka. Jika platform seperti TikTok, Instagram, X, dan YouTube menolak menghapus konten tersebut, mereka bisa dikenakan denda besar.
Satir dan Parodi Tetap Dilindungi dalam Kebebasan Berekspresi
Meskipun regulasi ini memberikan perlindungan ketat terhadap penyalahgunaan identitas digital, pemerintah Denmark tetap mengizinkan penggunaan citra digital untuk parodi dan satir. “Kami tidak ingin membatasi kebebasan berpendapat atau seni,” ujar Engel-Schmidt, menegaskan bahwa regulasi ini tetap menghormati nilai-nilai demokrasi dan kebudayaan.
Regulasi ini juga memperluas perlindungan hukum bagi musisi dan seniman dari eksploitasi suara dan ekspresi mereka tanpa izin. Artinya, semua bentuk “tiruan digital yang realistis” juga termasuk dalam ruang lingkup perlindungan ini.
Potensi Sanksi dan Perluasan Regulasi ke Tingkat Eropa
Jika pelaku atau platform teknologi melanggar ketentuan ini, mereka diwajibkan memberikan kompensasi kepada korban. Engel-Schmidt mengingatkan bahwa Denmark siap mengambil langkah lebih jauh jika pelanggaran tetap terjadi, bahkan hingga melibatkan Komisi Eropa.
“Teknologi berkembang dengan cepat. Pada masa depan akan semakin sulit untuk membedakan kenyataan dari fiksi di dunia digital,” tambah Engel-Schmidt.
Sebagai bentuk kepemimpinan di Uni Eropa, Denmark berencana mendorong negara-negara anggota lainnya untuk mengadopsi pendekatan serupa. Engel-Schmidt menyebut: “Ini adalah babak baru dalam perlindungan digital. Dan saya yakin platform teknologi akan memperhatikan hal ini dengan sangat serius.”
Tanggapan Pakar dan Tantangan Penegakan Regulasi
Meskipun inovatif, beberapa pakar mengkhawatirkan tantangan penerapan regulasi ini di dunia nyata. Henry Ajder menyatakan, “Ini bukan soal kami ingin mengatasi bahaya khusus ini, tapi lebih kepada bagaimana kita memandang konsep identitas dalam era teknologi sintetis.”
Francesco Cavalli dari Sensity AI menambahkan bahwa tanpa penegakan hukum yang efektif, regulasi ini bisa menjadi “sinyal, bukan tameng perlindungan.”
Denmark Jadi Pelopor dalam Perlindungan Identitas Digital
Langkah Denmark ini mengirimkan pesan kuat bahwa negara tidak tinggal diam di tengah ancaman pemalsuan digital yang semakin canggih. Dengan revisi hukum ini, Denmark memperjuangkan hak setiap individu atas identitas mereka, memastikan bahwa wajah dan suara tidak dapat digunakan seenaknya oleh teknologi AI tanpa persetujuan.
“Inisiatif baru Denmark mengakui identitas individu lebih dari sekadar karakteristik biologis – sebagai elemen dengan makna budaya, sosial, dan pribadi signifikan yang harus dilindungi dengan rasa hormat yang sama seperti ekspresi keberagaman manusia lainnya.
Related Tags & Categories :