Leet Media

Demi Membesarkan Garuda, Presiden Prabowo Berencana Beli 50 Pesawat Boeing 777, Tapi Dinilai Sudah Tua dan Boros BBM

July 20, 2025 By A G

20 Juli 2025 – Rencana Presiden Prabowo Subianto untuk membeli 50 unit pesawat Boeing 777 dari Amerika Serikat sebagai bagian dari kesepakatan dagang bilateral menuai kritik tajam dari kalangan ahli penerbangan. Keputusan yang diambil sebagai bagian dari negosiasi penurunan tarif impor Indonesia dari 32% menjadi 19% ini dinilai kurang tepat sasaran, mengingat Boeing 777 dianggap sudah ketinggalan zaman dibandingkan dengan teknologi pesawat terkini.

Economic Adviser to Governor of Jakarta, Wijayanto Samirin, secara tegas menyatakan bahwa Boeing 777 “termasuk ketinggalan zaman” dan “jauh dibanding adiknya 787.” Kritik ini menjadi sorotan utama terhadap keputusan strategis yang melibatkan investasi miliaran dolar untuk masa depan penerbangan nasional Indonesia.

Latar Belakang Kesepakatan Dagang Indonesia-AS

Source: CNBC

Pembelian pesawat Boeing 777 tidak bisa dilepaskan dari konteks kesepakatan dagang yang lebih luas antara Indonesia dan Amerika Serikat. Presiden Donald Trump mengumumkan melalui media sosial Truth Social bahwa Indonesia telah berkomitmen membeli komoditas energi AS senilai US$15 miliar, produk pertanian senilai US$4,5 miliar, dan 50 unit pesawat Boeing yang sebagian besar adalah seri 777.

Kesepakatan ini menjadi kunci di balik penurunan tarif impor produk Indonesia ke pasar AS, yang sebelumnya sebesar 32% kini menjadi 19%. Sebaliknya, Indonesia memberikan tarif 0% untuk hampir seluruh barang dan produk AS, menciptakan akses pasar yang menguntungkan bagi Amerika Serikat.

Prabowo Subianto menegaskan bahwa pembelian pesawat ini merupakan bagian dari tekadnya untuk membesarkan Garuda Indonesia sebagai maskapai nasional. “Garuda adalah kebanggaan kita. Garuda lahir dalam perang kemerdekaan kita. Jadi Garuda harus menjadi lambang Indonesia,” ungkap Presiden saat tiba di Halim Perdanakusuma setelah kunjungan kerja ke Eropa.

Kritik Terhadap Pilihan Boeing 777: Teknologi yang Tertinggal

Perbandingan dengan Teknologi Modern

Wijayanto Samirin, sebagai Economic Adviser to Governor of Jakarta, memberikan evaluasi kritis terhadap pilihan Boeing 777. Menurutnya, jika pemerintah memang berniat membeli pesawat jenis ini, perlu dilakukan peninjauan ulang mengenai kebutuhan sesungguhnya Garuda Indonesia. Pesawat Boeing seri 737 atau 787 dinilai jauh lebih sesuai dengan kebutuhan operasional dan kondisi geografis Indonesia.

Boeing 777, meskipun diklaim sebagai “pesawat berbadan lebar paling sukses dalam sejarah penerbangan” dengan lebih dari 1.300 unit beroperasi di seluruh dunia, memiliki kelemahan signifikan dalam hal teknologi. Prototipe pertama Boeing 777 telah melakukan penerbangan perdana pada Juni 1994 dan mendapat sertifikasi FAA pada April 1995, menandakan bahwa desain dasar pesawat ini telah berusia lebih dari 30 tahun.

Keterbatasan Operasional

Pilihan Boeing 777 menjadi semakin questionable ketika dibandingkan dengan alternatif yang lebih modern seperti Boeing 787 Dreamliner. Boeing 787 menawarkan teknologi yang jauh lebih canggih, efisiensi bahan bakar yang superior, dan fitur-fitur modern yang lebih sesuai dengan kebutuhan penerbangan abad ke-21.

Kondisi geografis Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau membutuhkan fleksibilitas rute yang tinggi. Pesawat seperti Boeing 737 atau 787 memberikan efisiensi operasional yang lebih baik untuk rute-rute domestik dan regional yang menjadi tulang punggung operasi Garuda Indonesia.

Spesifikasi dan Analisis Biaya Boeing 777

Source: Tempo.co

Detail Teknis Pesawat

Boeing 777 tersedia dalam beberapa varian, dengan spesifikasi yang bervariasi sesuai kebutuhan. Boeing 777-200LR, yang dijuluki ‘Worldliner’, mampu terbang nonstop hingga 15.843 kilometer dengan kapasitas 317 penumpang. Pesawat ini memecahkan rekor jarak terbang nonstop terpanjang dengan rute Hong Kong-London sepanjang 21.601 kilometer dalam waktu 22 jam 42 menit.

Sementara itu, Boeing 777-300ER memiliki kapasitas lebih besar hingga 392 penumpang dengan jangkauan 13.649 kilometer. Kedua varian menggunakan mesin GE90-115BL yang diklaim memiliki daya dorong tertinggi untuk pesawat komersial dan efisiensi yang baik.

Implikasi Finansial

Dari sisi biaya, pembelian Boeing 777 memerlukan investasi yang sangat besar. Boeing 777-300 baru dibanderol US$375,5 juta (sekitar Rp6 triliun), sedangkan Boeing 777-200 baru dijual US$261 juta (Rp4,1 triliun). Unit bekas tersedia dengan harga yang lebih terjangkau, namun tetap membutuhkan investasi miliaran rupiah per unit.

Keputusan ini menjadi semakin kontroversial mengingat kondisi keuangan Garuda Indonesia yang masih menantang. Laporan keuangan kuartal I 2025 menunjukkan kerugian bersih sebesar US$76,48 juta (Rp1,26 triliun), meskipun angka ini menurun dibandingkan periode sebelumnya.

Tantangan Implementasi dan Masa Depan Garuda Indonesia

Kondisi Keuangan Maskapai

Garuda Indonesia saat ini mengoperasikan delapan unit Boeing 777-300ER, salah satunya digunakan untuk lawatan presiden. Rencana penambahan armada ini dilakukan di tengah upaya pemulihan finansial yang didukung pemerintah melalui Danantara dengan dana segar US$1 miliar (Rp16,32 triliun).

VP Corporate Secretary Garuda Indonesia, Cahyadi Indrananto, menyatakan bahwa detail mengenai jumlah, jenis pesawat, dan timeline pengiriman masih dalam tahap komunikasi dengan Boeing. Perusahaan juga sedang berkomunikasi dengan berbagai pemberi dana potensial untuk mendukung rencana ekspansi ini.

Strategi Jangka Panjang

Garuda Indonesia menargetkan ekspansi armada hingga 120 pesawat untuk mengoptimalkan jaringan penerbangan mencapai 100 rute dalam lima tahun ke depan. Strategi ini mencakup penambahan pesawat berbadan lebar Boeing 777 untuk rute internasional dan pesawat berbadan sempit seperti Boeing 737-800 serta Boeing 737 MAX 8 untuk memperkuat rute domestik dan regional.

Namun, efektivitas strategi ini sangat bergantung pada pilihan teknologi yang tepat. Kritik terhadap Boeing 777 sebagai teknologi yang “jadul” menimbulkan keraguan apakah investisi besar-besaran ini akan memberikan return yang optimal bagi masa depan penerbangan Indonesia.

Rencana pembelian 50 unit Boeing 777 oleh Prabowo Subianto sebagai bagian dari kesepakatan dagang Indonesia-AS menuai kontroversi signifikan. Kritik dari para ahli yang menilai Boeing 777 sebagai teknologi yang ketinggalan zaman dibandingkan alternatif seperti Boeing 787 menimbulkan pertanyaan serius tentang efektivitas keputusan ini.

Meskipun pembelian ini merupakan bagian dari strategi diplomatik ekonomi untuk menurunkan tarif impor dan memperkuat Garuda Indonesia sebagai flag carrier nasional, pilihan teknologi yang tepat menjadi kunci keberhasilan jangka panjang. Kondisi keuangan Garuda yang masih menantang menambah kompleksitas implementasi rencana ambisius ini.

Ke depan, evaluasi menyeluruh terhadap kebutuhan operasional, efisiensi teknologi, dan sustainability finansial menjadi crucial untuk memastikan bahwa investasi miliaran dolar ini tidak hanya memenuhi komitmen diplomatik, tetapi juga memberikan nilai optimal bagi kemajuan industri penerbangan nasional Indonesia.