March 16, 2025 By Diva Permata Jaen
16 Maret 2025 – Ramadan selalu menjadi bulan istimewa yang penuh berkah dan kebersamaan. Di Indonesia, Ramadan dihiasi oleh berbagai tradisi unik yang diwariskan dari generasi ke generasi. Sayangnya, seiring perubahan gaya hidup, banyak tradisi ini mulai pudar dan tergantikan oleh kebiasaan yang lebih modern.
Tradisi ini dulunya menjadi salah satu kegiatan favorit anak-anak. Mereka bersemangat mencari tanda tangan imam usai salat tarawih sebagai bentuk interaksi sosial dan penghargaan terhadap pemimpin ibadah. Kini, kebiasaan ini semakin jarang dilakukan karena perkembangan teknologi dan perubahan pola ibadah.
Bermain meriam bambu adalah salah satu tradisi yang sangat populer di kalangan anak-anak dan remaja saat Ramadan. Dengan menggunakan bambu besar yang diisi bahan bakar sederhana, permainan ini menghasilkan suara letusan keras yang memeriahkan suasana Ramadan. Namun, tradisi ini semakin jarang dilakukan karena alasan keamanan dan pengaruh modernisasi.
Generasi muda lebih banyak menghabiskan waktu di media sosial atau aktivitas lain, sehingga tradisi ini kurang diminati dibandingkan dulu. Selain itu, beberapa daerah menerapkan aturan ketat terkait perizinan kegiatan di ruang publik, terutama yang melibatkan api terbuka dan keramaian besar.
Anak-anak sekolah dahulu sering diberikan buku agenda Ramadan untuk mencatat aktivitas ibadah harian, seperti salat, puasa, dan membaca Al-Qur’an. Kegiatan ini menanamkan kedisiplinan dan semangat berlomba dalam kebaikan. Namun, tradisi ini mulai memudar karena semakin sedikit sekolah yang mengadakannya.
Sahur on the Road (SOTR) adalah tradisi sahur bersama di jalan sambil berbagi makanan kepada kaum dhuafa. Kegiatan ini mencerminkan semangat berbagi yang khas di bulan suci. Sayangnya, tradisi ini mulai berkurang karena larangan dari pihak berwenang untuk mencegah keramaian yang dapat mengganggu ketertiban.
Dugderan adalah tradisi khas Semarang yang biasanya diadakan sebelum Ramadan. Festival ini diramaikan oleh arak-arakan budaya, pasar malam, dan ikon Warak Ngendhog. Namun, seiring waktu, kemeriahan tradisi ini mulai berkurang karena masyarakat lebih sibuk dengan aktivitas lain.
Padusan adalah tradisi mandi bersama di sumber mata air sebagai simbol penyucian diri menjelang Ramadan. Dulu, tradisi ini penuh kebersamaan, namun kini mulai tergantikan dengan mandi biasa di rumah.
Meugang adalah tradisi memasak daging bersama keluarga sebelum Ramadan. Tradisi ini bertujuan agar semua orang, termasuk yang kurang mampu, bisa menikmati makanan bergizi sebelum berpuasa. Namun, tradisi ini mulai memudar karena harga daging yang semakin mahal.
Balimau mirip dengan Padusan, tetapi menggunakan air yang dicampur jeruk nipis atau rempah-rempah. Tradisi yang dilakukan bersama di sungai ini kini semakin jarang dilakukan.
Nyadran adalah tradisi ziarah ke makam leluhur yang diikuti dengan kenduri bersama. Tradisi ini kini lebih sering dilakukan secara individu tanpa kebersamaan seperti dahulu.
Beberapa faktor yang menyebabkan tradisi ini mulai menghilang antara lain:
Bagaimana Melestarikan Tradisi Ramadan?
Untuk menjaga tradisi tetap hidup, kita bisa melakukan langkah berikut:
Ramadan bukan hanya tentang ibadah, tetapi juga kebersamaan dan nilai budaya. Melestarikan tradisi ini akan menjaga identitas kita sebagai bangsa sekaligus mempererat hubungan sosial.