June 29, 2025 By A G
29 Juni 2025 – Dunia teknologi militer kembali dikejutkan oleh inovasi terdepan dari China. Negeri Tirai Bambu ini baru saja memamerkan drone mata-mata yang ukurannya tak lebih besar dari nyamuk biasa. Teknologi yang terdengar seperti dari film fiksi ilmiah ini kini menjadi kenyataan dan berpotensi mengubah wajah operasi intelijen modern.
Pada akhir Juni 2025, stasiun televisi militer China CCTV-7 menyiarkan demonstrasi publik pertama dari drone mikro bionik yang dikembangkan oleh National University of Defence Technology (NUDT). Perangkat revolusioner ini menandai pencapaian baru dalam miniaturisasi teknologi drone yang selama ini menjadi impian setiap dinas intelijen dunia.
Drone mata-mata buatan China ini memiliki dimensi yang benar-benar mengagumkan. Dengan panjang hanya sekitar 2 sentimeter dan bobot 0,3 gram, perangkat ini hampir identik dengan nyamuk sungguhan. Bentuknya menyerupai stik mungil yang dilengkapi dengan dua sayap tipis di sisi kiri dan kanan, serta tiga kaki mikroskopik di bagian bawah.
Yang paling menakjubkan adalah kemampuan sayapnya yang dapat mengepak hingga 500 kali per detik. Frekuensi kepakan ini memungkinkan drone melayang stabil di udara dengan gerakan yang sangat mirip serangga asli. Tim NUDT juga telah mengembangkan prototipe alternatif dengan empat sayap yang dapat dikendalikan langsung melalui smartphone, menunjukkan fleksibilitas operasional yang luar biasa.
Meski berukuran sangat kecil, drone nyamuk ini telah dibekali berbagai sensor canggih untuk mendukung misi pengawasan dan operasi militer rahasia. Liang Hexiang, mahasiswa NUDT yang terlibat dalam proyek ini, menjelaskan bahwa robot bionik mini ini sangat cocok untuk pengintaian informasi dan misi khusus di medan perang.
Para pengembang memang tidak mengungkap detail spesifik mengenai jenis sensor yang digunakan atau data yang dapat dikumpulkan. Namun, para ahli menilai bahwa ukurannya yang mikro membuat drone ini hampir mustahil dideteksi oleh sistem radar konvensional, menjadikannya aset penting dalam operasi spionase modern.
Pengembangan drone berukuran mikro bukanlah fenomena baru dalam dunia militer global. Selama bertahun-tahun, berbagai negara maju telah berlomba dalam miniaturisasi teknologi drone untuk keperluan strategis. Tantangan utama dalam pengembangan ini terletak pada desain mikrofon, kamera, sistem kendali, sumber daya, dan komponen lain yang harus dikemas dalam ruang seukuran serangga.
Drone mikro yang efektif harus memenuhi beberapa kriteria ketat: bekerja secara senyap, tahan banting, memiliki jangkauan operasional yang memadai, dan daya tahan baterai yang cukup. Pengembangan teknologi ini memerlukan keahlian khusus dari berbagai disiplin ilmu seperti robotika, ilmu material, dan teknologi sensorik kompetensi yang umumnya hanya tersedia di lembaga-lembaga militer atau universitas pertahanan.
China bukanlah satu-satunya negara yang mengembangkan teknologi drone mikro. Norwegia telah mengembangkan Black Hornet, drone mini berbentuk helikopter seukuran telapak tangan yang telah digunakan oleh militer Amerika Serikat dan beberapa negara lain. Black Hornet dilengkapi kamera serta sensor termal untuk misi pengintaian jarak dekat dengan waktu terbang hingga 25 menit.
Drone buatan China menunjukkan kemiripan mencolok dengan RoboBee yang dikembangkan oleh peneliti Harvard pada 2013. RoboBee yang panjangnya sekitar tiga sentimeter awalnya dikembangkan untuk pemantauan pertanian dan lingkungan. Namun, versi buatan China berukuran lebih kecil dan dirancang khusus untuk aplikasi militer.
Amerika Serikat juga tidak ketinggalan dalam perlombaan ini. Sejak 2006, DARPA (Defense Advanced Research Projects Agency) telah meluncurkan proyek HI-MEMS (Hybrid Insect Micro-Electro-Mechanical Systems), sebuah upaya ambisius untuk menciptakan cyborg serangga dengan menanamkan sistem mikro ke dalam tubuh serangga asli.
Meski dikembangkan untuk keperluan militer, drone nyamuk China memiliki potensi aplikasi yang jauh lebih luas. Teknologi ini dapat dimanfaatkan dalam bidang kedokteran untuk operasi presisi tinggi, pertanian untuk monitoring tanaman, serta operasi bantuan bencana di area yang tidak dapat dijangkau manusia.
Ukurannya yang sangat kecil memungkinkan drone ini melakukan inspeksi di ruang-ruang sempit atau berbahaya yang sulit diakses oleh peralatan konvensional. Dalam konteks sipil, teknologi ini dapat membantu pencarian dan penyelamatan korban bencana, monitoring lingkungan, atau bahkan pengiriman obat-obatan dalam skala mikro.
Namun, kemajuan teknologi ini juga menimbulkan kekhawatiran serius. Ahli pertahanan Timothy Heath memperingatkan bahwa drone semacam ini rentan disalahgunakan untuk mencuri password atau data sensitif lainnya. Ukurannya yang hampir tak terlihat membuatnya ideal untuk operasi spionase industri atau pelanggaran privasi.
Para ahli juga khawatir tentang potensi penggunaan drone ini untuk menyebarkan virus mematikan atau bahan berbahaya lainnya. Kemampuannya untuk beroperasi tanpa terdeteksi membuka kemungkinan penggunaan dalam aksi terorisme biologis atau chemical warfare dalam skala mikro.
Pengembangan drone nyamuk China menandai babak baru dalam evolusi teknologi militer. Dengan kemampuan yang semakin canggih dan ukuran yang semakin mengecil, drone mikro diprediksi akan menjadi game changer dalam operasi intelijen dan militer modern.
Perlombaan teknologi ini juga memicu pertanyaan etis tentang batas-batas surveillance dan privasi dalam era digital. Seiring dengan perkembangan teknologi AI dan machine learning, drone mikro masa depan mungkin akan mampu beroperasi secara otonom, membuat keputusan sendiri, dan melakukan misi jangka panjang tanpa intervensi manusia.
Drone nyamuk China bukan sekadar mainan teknologi, tetapi representasi dari kemajuan pesat dalam miniaturisasi elektronik dan robotika. Bagaimana teknologi ini akan berkembang dan digunakan di masa depan, sangat bergantung pada regulasi internasional dan kesadaran etis dari para pengembangnya.