January 23, 2025 By Amandira Maharani
23 Januari 2025 – Kemacetan di kota-kota besar Asia Tenggara selalu menjadi perhatian utama bagi masyarakat dan pemerintah. Berdasarkan data rata-rata waktu tempuh untuk jarak 10 kilometer, beberapa kota di kawasan ini mencatat waktu perjalanan yang cukup lama. Namun, menariknya, Jakarta tidak termasuk dalam daftar 10 kota termacet ini. Artikel ini mengupas tuntas daftar kota termacet, sekaligus menunjukkan bagaimana posisi Jakarta telah mengalami perbaikan signifikan.
Menurut data terbaru, berikut adalah 10 kota dengan kemacetan tertinggi di Asia Tenggara berdasarkan rata-rata waktu tempuh per 10 kilometer:
Data ini menunjukkan bahwa kemacetan tidak hanya menjadi masalah di kota-kota besar, tetapi juga di kota dengan tingkat aktivitas yang tinggi seperti Davao dan Bandung.
Meskipun sering dianggap sebagai kota dengan lalu lintas padat, Jakarta berhasil memperbaiki kondisi kemacetannya. Berdasarkan TomTom Traffic Index 2024, waktu rata-rata perjalanan untuk jarak 10 kilometer di Jakarta adalah 25 menit 31 detik, lebih cepat dibandingkan Bandung, Medan, atau Palembang.
Pada tingkat global, Jakarta kini berada di peringkat ke-90 sebagai kota termacet dunia. Ini adalah peningkatan yang signifikan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya:
Selain itu, Jakarta menempati peringkat ke-11 dalam daftar kota termacet di Asia, sebuah capaian yang menunjukkan adanya perbaikan dalam pengelolaan lalu lintas ibu kota.
Kemacetan di kota-kota besar seperti Bandung, Medan, Palembang, dan Surabaya disebabkan oleh berbagai faktor yang saling berkaitan. Berikut adalah analisis penyebab utama kemacetan di masing-masing kota:
Kemacetan di Bandung menjadi salah satu yang paling parah di Asia Tenggara. Kota ini menghadapi tantangan besar akibat volume kendaraan yang sangat tinggi, hampir setara dengan jumlah penduduknya. Selain itu, lebar jalan yang tidak memadai semakin memperburuk situasi lalu lintas. Pilihan transportasi publik yang terbatas dan kurang efisien juga memaksa warga untuk lebih banyak menggunakan kendaraan pribadi.
Medan menempati peringkat ke-15 kota termacet di dunia. Kemacetan ini dipicu oleh peningkatan pesat jumlah kendaraan bermotor yang tidak diimbangi dengan pengembangan infrastruktur jalan. Minimnya sarana transportasi umum yang layak juga menjadi faktor utama yang memperburuk kondisi lalu lintas di kota ini.
Kemacetan di Palembang berada pada peringkat ke-53 dunia. Aktivitas ekonomi yang terus meningkat di kota ini mendorong mobilitas penduduk dan bertambahnya volume kendaraan di jalan. Namun, infrastruktur yang ada belum mampu memenuhi kebutuhan mobilitas ini. Sama seperti kota lain, kurangnya transportasi umum yang efektif juga menjadi tantangan besar.
Surabaya, yang menempati peringkat ke-70 kota termacet di dunia, menghadapi tantangan berupa urbanisasi tinggi dan pertumbuhan penduduk yang pesat. Urbanisasi ini meningkatkan jumlah kendaraan di jalan, sementara kapasitas jalan tetap terbatas. Masalah parkir liar, penataan kota yang kurang baik, dan kondisi jalan yang buruk semakin menambah kompleksitas kemacetan di Surabaya.
Data terbaru dari TomTom Traffic Index 2024 menunjukkan peringkat kemacetan kota-kota ini secara global. Bandung berada di peringkat ke-12 dunia, menjadi kota termacet di Indonesia. Medan menyusul di peringkat ke-15, menunjukkan bahwa kemacetan di kota ini hampir setara dengan Bandung. Palembang dan Surabaya masing-masing menempati peringkat ke-53 dan ke-70 dunia.
Data ini menegaskan bahwa Bandung dan Medan menghadapi tantangan kemacetan yang lebih besar dibandingkan Palembang dan Surabaya. Untuk Bandung, pemerintah telah mendorong masyarakat menggunakan transportasi publik sebagai solusi. Namun, implementasi ini masih membutuhkan waktu untuk menunjukkan hasil yang signifikan. Ayo Bandung Rmol.id
Kemacetan di Bandung, Medan, Palembang, dan Surabaya disebabkan oleh kombinasi antara pertumbuhan jumlah kendaraan, keterbatasan infrastruktur jalan, dan minimnya transportasi umum yang efektif. Penanganan masalah ini memerlukan pendekatan terpadu, termasuk pengembangan transportasi publik yang efisien, penataan infrastruktur yang lebih baik, dan kebijakan pengendalian jumlah kendaraan pribadi.