Leet Media

BNN Siap Lakukan Riset Ganja Untuk Medis Sebagai Tahap Awal Pertimbangan Sebelum Legalisasi

May 10, 2025 By Rio Baressi

Tempo

10 Mei 2025 – Badan Narkotika Nasional (BNN) resmi menyatakan kesiapannya melakukan riset ganja untuk keperluan medis. Langkah ini dilakukan sebagai respons atas putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menegaskan perlunya kajian ilmiah sebelum pemerintah mengambil keputusan legalisasi terbatas. Dengan menggandeng Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), BNN menegaskan komitmennya untuk menindaklanjuti mandat konstitusional tersebut.

Penelitian Ganja Medis Digelar di Laboratorium Forensik Terbaik

Kepala BNN, Komjen Pol Marthinus Hukom, mengungkapkan bahwa penelitian ganja untuk medis akan dilakukan di laboratorium forensik milik BNN, yang dinilai sebagai salah satu fasilitas terbaik di Asia Tenggara. Dalam rapat kerja bersama Komisi III DPR RI pada 5 Mei 2025, ia menegaskan pentingnya riset ini sebagai dasar pengambilan kebijakan berbasis bukti ilmiah.

“Kami memohon waktu untuk melakukan penelitian karena masalah ganja ini masalah yang memang sedang diperbincangkan apakah bisa dilegalkan untuk masalah kesehatan, sehingga kami butuh hasil riset yang lebih akurat,” ujar Marthinus.

Penelitian ini akan menjadi landasan dalam mempertimbangkan apakah ganja dapat digunakan sebagai alternatif pengobatan, tanpa mengesampingkan aspek pengawasan ketat terhadap penggunaannya.

Suara DPR dan Kasus Pika Jadi Sorotan Publik

Desakan untuk mempercepat riset datang dari DPR, khususnya Anggota Komisi III, Hinca Panjaitan. Ia menyinggung dua putusan MK yang sejak tiga tahun lalu telah meminta pemerintah melakukan riset terkait ganja medis, namun belum juga ditindaklanjuti secara konkret.

Dalam rapat yang sama, Hinca menyinggung kasus Pika, seorang anak pengidap cerebral palsy yang meninggal dunia pada Maret 2025. Menurutnya, satu-satunya harapan pengobatan bagi Pika adalah ganja medis. Ibunda Pika, Santi Warastuti, menjadi salah satu pemohon uji materiil UU Narkotika agar ganja bisa digunakan secara legal untuk pengobatan.

“Hari ini tepat 48 hari Pika meninggal dunia, seorang anak bangsa yang meninggal bukan karena perang, bukan karena bencana, bukan karena ancaman lainnya, tetapi karena negara terlalu lama berdiskusi tentang sebuah riset yang tak kunjung dimulai,” tutur Hinca.

Kasus ini menjadi simbol dari desakan publik terhadap negara agar menghadirkan solusi medis yang lebih manusiawi dan inklusif, terutama bagi anak-anak dengan kebutuhan terapi khusus.

BNN Ingatkan Ganja Medis Bukan untuk Konsumsi Bebas

Meskipun riset akan dilakukan, BNN menekankan bahwa hal ini tidak serta-merta membuka jalan bagi penggunaan ganja secara bebas. Kepala BNN menegaskan bahwa meskipun ganja sedang dikaji untuk manfaat medis, statusnya sebagai narkotika golongan I tetap berlaku hingga ada perubahan kebijakan resmi dari pemerintah.

“Kalau untuk kesehatan bukan berarti harus dibebaskan untuk semua orang,” ucap Marthinus.

Ia juga menekankan bahwa otoritas utama terkait legalisasi ganja medis berada di tangan Kemenkes. BNN akan berperan sebagai pelaksana riset dan penyedia data ilmiah yang kredibel untuk mendukung keputusan pemerintah.

Langkah BNN untuk melakukan riset ganja medis menandai babak baru dalam diskusi panjang mengenai legalisasi terbatas ganja di Indonesia. Respons ini tidak hanya menunjukkan kepatuhan terhadap amanat Mahkamah Konstitusi, tetapi juga membuka ruang bagi pendekatan berbasis bukti ilmiah dalam kebijakan kesehatan nasional. Namun demikian, kejelasan regulasi dan kecepatan eksekusi masih menjadi sorotan tajam dari masyarakat dan parlemen.

Related Tags & Categories :

highlight