January 30, 2025 By Amandira Maharani
30 Januari 2025 – Musisi asal Irlandia, Björk, kembali menyuarakan kritik pedasnya terhadap platform streaming musik, terutama Spotify. Dalam wawancara terbaru dengan media Swedia, Dagens Nyheter, Björk menyebut bahwa budaya streaming telah mengubah industri musik secara drastis dan merugikan para seniman, khususnya musisi pendatang baru.
Menurut Björk, sistem yang diterapkan oleh platform seperti Spotify menciptakan tekanan besar bagi musisi untuk terus merilis karya demi menjaga relevansi dan pendapatan. Hal ini berakibat pada terganggunya proses kreatif yang seharusnya membutuhkan waktu dan privasi. “Hanya dalam keheningan Anda bisa menciptakan karya baru. Tapi sekarang kita dituntut serba cepat dan terus membuat karya baru. Budaya streaming telah mengubah cara kerja kita, dan dalam hal ini, Spotify mungkin adalah hal terburuk yang pernah terjadi pada musisi,” ujar Björk seperti dikutip dari NME pada Jumat (24/1/2025).
Björk menyoroti bagaimana model bisnis Spotify yang memungkinkan pengguna mengakses musik secara hampir gratis telah mengurangi nilai penghargaan terhadap karya seni. Ia mengungkapkan bahwa dirinya tidak nyaman dengan kenyataan bahwa musisi menghabiskan waktu bertahun-tahun untuk menciptakan sebuah album, hanya untuk kemudian didistribusikan secara gratis di platform streaming.
“Mengerjakan sesuatu selama dua atau tiga tahun dan kemudian, ‘Oh, ini dia gratis’. Ini bukan tentang uang, tetapi soal rasa hormat terhadap kerja keras dan menghargai pekerjaan yang telah dilakukan,” tegasnya.
Ini bukan kali pertama Björk menyampaikan kritik terhadap Spotify. Pada tahun 2015, ia menolak merilis album Vulnicura di platform tersebut sebagai bentuk protes terhadap model bisnis yang dianggap tidak menghormati kerja keras musisi.
Pandangan Björk ini sejalan dengan pendapat Charlie Benante, drummer band metal Anthrax. Pada November 2024, Benante menyebut bahwa Spotify adalah tempat “di mana musik mati” karena dinilai tidak memberikan apresiasi yang adil kepada pencipta karya.
“Secara tidak sadar, ini mungkin alasan mengapa kami tidak membuat album setiap tiga tahun sekali atau semacamnya, karena saya tidak ingin memberikannya secara gratis. Ini pada dasarnya adalah pencurian dari artis, dari orang yang menjalankan situs streaming musik seperti Spotify,” ujar Benante.
Ia juga mengakui bahwa dirinya sama sekali tidak berlangganan Spotify dan melihat platform tersebut sebagai ancaman bagi keberlanjutan industri musik.
Kontroversi mengenai Spotify dan model bisnis streaming musik memang terus menjadi sorotan. Tahun lalu, CEO Spotify, Daniel Ek, menghadapi kritik tajam setelah mengklaim bahwa biaya pembuatan konten terlalu tinggi. Pernyataan tersebut dinilai sebagai bentuk ketidakpedulian terhadap kesulitan yang dihadapi para musisi dalam mencari penghasilan.
Sementara itu, Björk menegaskan bahwa ia merasa beruntung tidak harus bergantung pada tur untuk mendapatkan penghasilan. Ia menekankan bahwa menciptakan musik membutuhkan ruang privasi dan waktu yang cukup agar dapat menghasilkan karya yang benar-benar berkualitas.
“Musik baru hanya bisa tumbuh dalam kegelapan. Untuk menghasilkan karya yang kuat, dibutuhkan waktu dan privasi, bahkan terkadang kamu sendiri tidak tahu apa yang sedang kamu kerjakan,” kata Björk.
Saat ditanya mengenai kemungkinan mengadakan tur baru, ia menegaskan bahwa saat ini dirinya lebih fokus pada penciptaan musik baru. “Saya merasa masih banyak ide yang harus saya salurkan. Waktu berjalan cepat, dan saya khawatir tidak akan sempat mewujudkan semuanya. Saya mungkin hanya bisa membuat lima album lagi sebelum saya meninggal, padahal saya punya cukup ide untuk 20 album,” ungkapnya.
Perkembangan teknologi digital dan platform streaming memang telah mengubah cara orang mengakses musik. Namun, bagi musisi seperti Björk dan Benante, perubahan ini lebih banyak mendatangkan tantangan dibandingkan manfaat. Meskipun akses terhadap musik semakin mudah bagi pendengar, kesejahteraan para seniman yang menciptakan karya tersebut justru semakin terancam.
Björk menutup wawancara dengan menegaskan bahwa industri musik perlu mempertimbangkan ulang sistem yang lebih adil bagi musisi. “Budaya streaming telah mengubah seluruh masyarakat dan generasi artis secara keseluruhan. Kita perlu kembali pada prinsip penghargaan terhadap karya seni dan kreativitas,” pungkasnya.
Kontroversi seputar Spotify dan platform streaming lainnya kemungkinan besar akan terus berlanjut. Namun, dengan semakin banyak musisi yang mulai bersuara, bukan tidak mungkin akan ada perubahan dalam cara industri musik menghargai dan mendukung para seniman di masa depan.