March 5, 2025 By Abril Geralin
05 Maret 2025 – Banjir yang melanda wilayah Jabodetabek, khususnya Kabupaten Bekasi, telah menimbulkan dampak signifikan yang membutuhkan perhatian serius dari berbagai pihak. Pada awal Maret 2025, bencana alam ini telah mengubah kehidupan ribuan warga, menciptakan krisis kemanusiaan yang memerlukan penanganan komprehensif dan sistematis.Ribuan rumah terendam banjir dengan ketinggian air mencapai 150-200 cm, memaksa warga untuk dievakuasi menggunakan perahu karet. Selain kerugian bagi warga, infrastruktur dan fasilitas umum juga mengalami kerusakan. Pemerintah dan BNPB telah mengambil langkah mitigasi, termasuk operasi modifikasi cuaca, namun tantangan pascabanjir seperti pemulihan tempat tinggal dan ekonomi masih menjadi perhatian utama.
Tri Adhianto, Walikota Bekasi, memberikan pernyataan mengejutkan dalam rapat koordinasi pengendalian banjir Jabodetabek pada Selasa, 4 Maret 2025. “Kota Bekasi hari ini lumpuh total. Dari 12 kecamatan yang kami miliki, delapan kecamatan telah terendam. Jalan utama, kantor pemerintahan, bahkan rumah sakit tergenang air. Limpasan air sungguh luar biasa,” ungkapnya dengan nada prihatin.
Walikota secara transparan menjelaskan tingkat kerusakan yang belum pernah terjadi sebelumnya. “Banjir kali ini jauh lebih parah dibandingkan banjir tahun 2016 dan 2020. Ketinggian air di sepanjang lintasan Sungai Bekasi, terutama di area pertemuan Kali Cikeas dan Kali Cileungsi, mencapai lebih dari delapan meter,” paparnya.
Berdasarkan pernyataan resmi Walikota Bekasi Tri Adhianto, delapan dari dua belas kecamatan di Kota Bekasi mengalami banjir parah. Delapan kecamatan tersebut secara spesifik adalah:
Dampak paling nyata dari bencana ini adalah kerugian kemanusiaan yang dialami penduduk. Sebanyak 13.704 kepala keluarga, atau setara dengan 51.320 jiwa, langsung terdampak banjir di Kabupaten Bekasi. Mereka kehilangan tempat tinggal, harta benda, dan menghadapi gangguan aktivitas sehari-hari. Kondisi ini menciptakan tekanan psikologis dan ekonomi yang sangat berat bagi masyarakat.
Banjir tidak hanya berdampak pada aspek kemanusiaan, tetapi juga menimbulkan kerugian ekonomi yang substansial. Berbagai fasilitas umum, infrastruktur, dan sarana produksi mengalami kerusakan. Sejumlah area produktif seperti permukiman, kawasan industri, dan lahan pertanian di Bekasi mengalami genangan yang dapat menurunkan produktivitas ekonomi wilayah.
Pemerintah melalui BNPB telah melakukan serangkaian upaya untuk menanggulangi dampak banjir. Salah satu strategi yang dilakukan adalah operasi modifikasi cuaca pada 4-8 Maret 2025, dengan tujuan mengalihkan hujan ke area target guna mencegah banjir lebih luas di Jabodetabek. Pemerintah Kabupaten Bekasi sendiri telah menetapkan status siaga bencana hidrometeorologi sejak 21 Oktober 2024 hingga 31 Mei 2025.
Pasca banjir, wilayah Bekasi akan menghadapi beragam tantangan kompleks. Pemulihan infrastruktur, penanganan kesehatan masyarakat, serta rehabilitasi sosial ekonomi menjadi prioritas utama. Diperlukan koordinasi lintas instansi untuk mengembalikan kondisi masyarakat ke titik normal.
Pemerintah merancang strategi komprehensif. Rehabilitasi sistem sungai menjadi prioritas utama. Pembangunan tanggul permanen, penataan ulang sistem drainase, dan implementasi mitigasi bencana berbasis teknologi akan segera dilaksanakan.
Edukasi masyarakat tentang kebencanaan dianggap kunci mencegah terulangnya tragedi serupa. Pendekatan holistik yang mengintegrasikan teknologi, perencanaan lingkungan, dan kesadaran masyarakat menjadi keharusan
Banjir Bekasi 2025 lebih dari sekadar bencana alam. Ia adalah cermin kegagalan perencanaan perkotaan yang membutuhkan transformasi menyeluruh dalam cara kita memahami dan mengelola lingkungan perkotaan.