February 13, 2025 By jay
13 Februari 2025 – Pemerintah Indonesia baru-baru ini mengumumkan langkah efisiensi besar-besaran dalam pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) melalui Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025. Salah satu instansi yang terimbas langsung oleh kebijakan ini adalah Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG). Dengan adanya pemotongan anggaran sebesar 50%, BMKG kini harus menghadapi tantangan besar dalam melanjutkan tugas pentingnya sebagai penyedia informasi cuaca, iklim, gempa bumi, dan tsunami yang vital bagi keselamatan masyarakat. Pemotongan anggaran ini terutama berisiko mengganggu kemampuan BMKG dalam memberikan peringatan dini yang akurat dan cepat, yang merupakan bagian dari sistem mitigasi bencana Indonesia.
Pemotongan anggaran yang diterima oleh BMKG cukup signifikan. Sebelumnya, BMKG mendapatkan anggaran sebesar Rp2,826 triliun, namun kini anggaran tersebut dipangkas hingga Rp1,423 triliun. Hal ini tentu saja berdampak pada berbagai sektor di dalam BMKG, salah satunya adalah pada Alat Operasional Utama (Aloptama). Aloptama ini mencakup berbagai peralatan penting untuk deteksi cuaca, kualitas udara, gempa bumi, dan tsunami yang digunakan oleh BMKG untuk memberikan informasi yang cepat dan akurat kepada masyarakat.
Menurut Kepala Biro Hukum, Humas, dan Kerja Sama BMKG, Muslihhuddin, salah satu dampak terbesar dari pemotongan anggaran ini adalah pada pemeliharaan peralatan yang kini sudah mencapai usia pakai yang cukup tua. Pemeliharaan yang semula dapat dilakukan dengan intensif akan menurun hingga 71%. Akibatnya, ketepatan informasi yang diberikan oleh BMKG diperkirakan akan menurun drastis. Informasi terkait cuaca, iklim, dan bencana alam yang sebelumnya memiliki tingkat akurasi hingga 90%, kini bisa turun menjadi hanya sekitar 60%. Ini tentunya akan memengaruhi kualitas peringatan dini untuk tsunami yang sebelumnya hanya memerlukan waktu 3 menit untuk disebarluaskan kepada masyarakat, tetapi kini dapat memakan waktu lebih dari 5 menit.
Selain itu, dampak pemotongan anggaran ini juga diperkirakan akan mengurangi kecepatan penyebaran informasi terkait gempa bumi dan tsunami hingga 70%. Padahal, informasi ini sangat dibutuhkan untuk memastikan keselamatan masyarakat, terutama di daerah rawan bencana. Keterlambatan dalam memberikan peringatan dini atau informasi terkait bencana alam dapat memperburuk keadaan dan meningkatkan risiko terhadap nyawa manusia serta infrastruktur penting.
Pentingnya sistem monitoring gempa bumi dan tsunami yang andal di Indonesia tidak dapat dipandang sebelah mata. Sebagai negara yang terletak di kawasan Ring of Fire, Indonesia sering kali menghadapi ancaman bencana alam seperti gempa bumi dan tsunami yang dapat datang secara tiba-tiba. Oleh karena itu, keberadaan sistem yang efektif untuk mendeteksi, memantau, dan memberikan peringatan dini menjadi sangat penting untuk melindungi keselamatan masyarakat.
Menyusul pemberitaan mengenai pemotongan anggaran BMKG, Istana Negara memberikan klarifikasi terkait isu tersebut. Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan, Hasan Nasbi, menegaskan bahwa meskipun terdapat kebijakan efisiensi anggaran, jumlah pemotongan anggaran BMKG tidak sebesar yang diberitakan. Ia menjelaskan bahwa ada beberapa kategori anggaran yang tidak terpengaruh oleh efisiensi ini, seperti gaji pegawai, layanan dasar prioritas pegawai, layanan publik, dan bantuan sosial. Layanan mitigasi bencana yang dilakukan oleh BMKG, menurut Hasan, tetap menjadi prioritas dan akan tetap dioptimalkan oleh pemerintah.
Namun, meskipun ada klarifikasi dari Istana Negara, BMKG tetap merasa khawatir dengan dampak pemotongan anggaran ini terhadap kualitas layanan publik yang sangat penting, terutama dalam hal mitigasi bencana. BMKG sudah menyampaikan permohonan dispensasi atas pemotongan anggaran, mengingat alat-alat yang mereka miliki sebagian besar sudah melewati batas usia pakainya. Tanpa pemeliharaan dan pembaruan yang memadai, peralatan yang ada saat ini tidak akan mampu memberikan informasi yang akurat dan cepat, yang sangat diperlukan dalam situasi bencana.
Sistem monitoring gempa bumi dan tsunami Indonesia saat ini membutuhkan pembaruan dan perawatan yang lebih intensif. Alat-alat yang digunakan oleh BMKG untuk mendeteksi gempa bumi, tsunami, dan cuaca ekstrem sudah berusia cukup tua dan rentan terhadap kerusakan. Oleh karena itu, investasi dalam sistem monitoring yang lebih canggih dan modern sangat diperlukan untuk memastikan akurasi dan kecepatan informasi yang disampaikan kepada masyarakat. Pemotongan anggaran yang terjadi akan mempengaruhi kemampuan BMKG dalam memberikan peringatan dini yang tepat waktu dan relevan, yang pada akhirnya dapat mempengaruhi ketahanan nasional Indonesia dalam menghadapi bencana alam.
Sebagai negara yang rawan terhadap bencana, Indonesia harus memastikan bahwa sistem mitigasi bencana, termasuk sistem monitoring gempa bumi dan tsunami, tetap dapat berfungsi dengan optimal meskipun terjadi kebijakan efisiensi anggaran. Pemerintah perlu menjaga keseimbangan antara efisiensi anggaran dan kebutuhan mendesak akan layanan publik yang vital untuk keselamatan dan kesejahteraan masyarakat. Terlebih lagi, dengan semakin banyaknya infrastruktur yang dibangun di wilayah rawan bencana, peran BMKG dan sistem monitoring yang efektif menjadi semakin penting dalam menjaga keselamatan masyarakat Indonesia.