Leet Media

⁠TNI AL Menunggak BBM Rp3,2 Triliun ke Pertamina, KSAL Minta Utang Dihapus karena Ganggu Operasi Kapal

April 29, 2025 By Reynaldi Aditya Ramadhan

29 April 2025 – Kepala Staf TNI Angkatan Laut (KSAL), Laksamana Muhammad Ali, membuat pengakuan mengejutkan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi I DPR RI pada 28 April 2025. Ia menyatakan bahwa TNI AL memiliki tunggakan pembayaran bahan bakar minyak (BBM) kepada PT Pertamina yang nilainya mencapai Rp5,45 triliun. Kondisi ini dinilai sangat mengganggu operasional armada laut Indonesia.

Tunggakan BBM TNI AL Ganggu Operasi Kapal Perang

Laksamana Ali menjelaskan bahwa penggunaan BBM dalam TNI AL sangat besar, terutama untuk mengoperasikan kapal perang, meskipun kapal-kapal tersebut dalam kondisi diam. Ia menyebut bahwa diesel tetap harus menyala untuk menjaga sistem elektronik dan pendingin ruangan (AC) agar peralatan tidak rusak.

“Diesel harus tetap hidup. Kalau AC dimatikan, peralatan elektronik bisa rusak. Ini sangat mengganggu operasional kami,” ujar KSAL.

KSAL merinci, saat ini TNI AL sedang menghadapi beban utang BBM sebesar Rp3,2 triliun, setelah sebelumnya juga menunggak Rp2,25 triliun. Utang ini disebut sangat menghambat patroli dan kesiapan alutsista di laut.

Permintaan Penghapusan Utang dan Skema Subsidi

Dalam forum resmi DPR tersebut, KSAL mengajukan permintaan agar tunggakan tersebut diputihkan oleh Pertamina. Ia juga mengusulkan agar skema pengadaan BBM untuk TNI AL dialihkan dari harga industri ke harga subsidi, serupa dengan yang sudah diterapkan untuk Kepolisian Republik Indonesia (Polri).

“Harga BBM kami masih harga industri. Harusnya bisa disamakan seperti Polri, diberi subsidi,” kata Ali.

Lebih lanjut, KSAL meminta agar ke depan pengaturan pembelian BBM untuk TNI AL dipusatkan melalui Kementerian Pertahanan agar lebih terkoordinasi dan tidak lagi membebani operasional militer.

Kebutuhan Logistik Laut Masih Terkendala

Ali juga menyinggung keterbatasan jumlah dan kesiapan armada TNI AL dalam menjaga luas wilayah laut Indonesia. Menurut data yang ia sampaikan, kesiapan TNI AL hanya 60,93 persen, sementara kesiapan pesawat udara patroli maritim hanya 23,71 persen, dan kendaraan tempur marinir 35,95 persen.

“Laut kita sangat luas, kapal kami tidak mungkin bisa menjaga seluruh wilayah jika kondisi seperti ini terus berlanjut,” jelasnya.

KSAL menekankan perlunya sinergi antarinstansi untuk menutup kekurangan tersebut. Ia juga mengakui adanya ego sektoral antara lembaga seperti Bakamla, Kementerian Perhubungan, dan Kementerian Kelautan dan Perikanan, yang masih menjadi kendala dalam penjagaan wilayah laut secara terpadu.

Ketimpangan Perlakuan antara TNI AL dan Polri

Salah satu sorotan penting dalam pernyataan KSAL adalah adanya perbedaan perlakuan antara TNI AL dan Polri dalam hal pendanaan bahan bakar. Polri disebut sudah mendapatkan subsidi, sedangkan TNI AL masih harus membayar dengan harga industri.

Hal ini menimbulkan pertanyaan mengenai keadilan dalam alokasi anggaran pertahanan nasional, terutama ketika menyangkut keamanan laut yang strategis.

Implikasi terhadap Keamanan Maritim Indonesia

Permintaan KSAL untuk memutihkan utang dan memberikan subsidi BBM bukan hanya soal anggaran, tetapi menyangkut kesiapan tempur dan pertahanan laut nasional. Jika kapal-kapal perang tidak dapat beroperasi optimal karena keterbatasan BBM, maka potensi kerawanan di perairan Indonesia meningkat, terutama dalam menghadapi pelanggaran wilayah, illegal fishing, dan penyelundupan.

“Kami tidak bisa bertahan hanya dengan niat. Operasional butuh bahan bakar, dan bahan bakar butuh dukungan anggaran,” tegas KSAL.

Penutup dan Refleksi

Permintaan pemutihan utang BBM oleh TNI AL menjadi alarm serius bagi sistem logistik militer Indonesia. Dengan anggaran yang tidak memadai, bahkan untuk kebutuhan dasar seperti bahan bakar, maka perlu dievaluasi ulang kebijakan penganggaran sektor pertahanan.

Related Tags & Categories :

highlight