Leet Media

Anak Muda Terjebak Dalam “Job Hugging” di Tengah Ekonomi yang Tidak Stabil

November 1, 2025 By RB

1 November 2025 – Fenomena job hugging kini menjadi sorotan global, terutama karena banyak pekerja muda memilih bertahan pada pekerjaan yang tidak lagi memuaskan. Kondisi ini mencerminkan meningkatnya kecemasan, ketidakpastian ekonomi, serta ketatnya pasar tenaga kerja di sejumlah negara. Artikel ini menguraikan makna job hugging, faktor penyebabnya, dampaknya, hingga rekomendasi bagi pekerja yang mengalaminya.

Memahami Arti Job Hugging

Istilah job hugging secara harfiah berarti “memeluk pekerjaan”. Dalam konteks dunia kerja, ini adalah kondisi ketika seseorang bertahan dalam satu pekerjaan karena berbagai alasan meski tidak lagi cocok atau tidak berkembang.

Banyak pekerja memilih menetap bukan karena kepuasan, melainkan ketakutan terhadap ketidakstabilan ekonomi. Mereka menghindari risiko berpindah kerja di tengah ketidakyakinan pasar tenaga kerja. Seperti dijelaskan dalam kutipan berikut:

“Karyawan takut akan ketidakstabilan ekonomi. Alih-alih mengambil langkah berani dalam karier mereka, pekerja memilih bertahan meski merasa sudah tidak terlalu cocok dengan pekerjaan.”

Penyebab Meningkatnya Job Hugging

Kecemasan Ekonomi dan Ketidakpastian Pasar

Forbes menyoroti bahwa job hugging berakar dari meningkatnya kecemasan di kalangan karyawan. Beberapa faktor yang memicunya antara lain:

Pakar Curiosity Dr Diane Hamilton mengatakan:
“Semua ini menciptakan keraguan dalam menentukan langkah karier.”

Hamilton juga menjelaskan bahwa job hugging dapat menjadi strategi bertahan hidup ketika industri stabil, perusahaan memberikan tunjangan keluarga, serta menyediakan peluang mengembangkan keterampilan. Dalam kasus tertentu, “job hugging menjadi jeda yang terencana.”

Namun ketika pekerja bertahan hanya karena takut, dampaknya bisa negatif: motivasi menurun, tidak berkembang, dan pada akhirnya menyerah secara perlahan.

Risiko Job Hugging bagi Pekerja

Direktur Riset Ekonomi Amerika Utara di Indeed Hiring Lab, Laura Ullrich, menyebutkan beberapa risiko job hugging:

  1. Pendapatan sulit meningkat
    “Orang yang berpindah pekerjaan umumnya memperoleh pertumbuhan upah yang lebih tinggi daripada mereka yang tetap pada peran mereka saat ini.”
  2. Keterampilan tidak berkembang
    Pekerja kesulitan mempelajari keterampilan baru dan daya jual mereka di pasar kerja menurun.
  3. Risiko pemutusan hubungan kerja
    Perusahaan bisa menilai karyawan tidak memenuhi standar karena tidak menunjukkan perkembangan.
  4. Lulusan baru kesulitan mendapat pekerjaan
    Minimnya perpindahan tenaga kerja membuat pasar kerja stagnan bagi fresh graduate.

Job Hugging Dirasakan Pekerja Seluruh Dunia

Fenomena ini tidak hanya terjadi di satu negara. Amerika Serikat dan Inggris turut merasakan dampak job hugging.

Di AS, tingkat berhenti kerja turun menjadi sekitar 2 persen sejak awal 2025, angka terendah sejak 2016. Menurut Ullrich, tingkat berhenti kerja mencerminkan persepsi pekerja terhadap pasar tenaga kerja. Persentase rendah menunjukkan pekerja merasa gugup dan kurang percaya diri untuk mencari pekerjaan baru.

Di Inggris, pekerja cenderung mengutamakan keamanan kerja. Kenaikan tarif asuransi nasional bagi pemberi kerja turut memperburuk kepercayaan. Kevin Fitzgerald mengatakan kebijakan tersebut menimbulkan “efek domino di seluruh perekonomian.”

Ekonom Nina Skero menambahkan bahwa peluang kerja makin menipis, persaingan makin ketat, inflasi menggerus upah riil, sehingga pekerja terjebak pada situasi serba sulit.

Job Hugging dan Pekerja Muda

Presiden Partai Buruh Said Iqbal menyoroti fenomena job hugging di kalangan pekerja muda di Indonesia. Ia menjelaskan:
“Mereka bertahan untuk tidak mencari pekerjaan baru atau keluar dari pekerjaan yang lama. Padahal mereka tidak suka lagi pada pekerjaan itu, misal karena penghasilannya murah.”

Tren ini berbanding terbalik dengan job hopping yang populer pada 2021–2022. Kini, generasi muda lebih berhati-hati karena tekanan ekonomi dan minimnya lapangan kerja baru.

Said Iqbal menegaskan:
“Supply and demand tenaga kerja belum seimbang. Lebih banyak supply dibanding demand. Nah ini tugas pemerintah untuk menciptakan lapangan kerja yang baru.”

Data Job Hugging dari Laporan Glassdoor

Fenomena job hugging semakin viral setelah Glassdoor Worklife Trends 2025 menunjukkan pasar kerja yang lesu. Hampir 65 persen responden merasa “terjebak” dalam peran mereka saat ini, dan angka tersebut meningkat menjadi 73 persen di sektor teknologi.

Cara Menghadapi Job Hugging agar Tetap Berkembang

Merencanakan Langkah Karier Selanjutnya

Profesor etika bisnis Tara Ceranic Salinas menyarankan pekerja mengidentifikasi hal yang tidak memuaskan dalam pekerjaan saat ini. Melihat peran rekan kerja yang menarik dapat menjadi peta awal untuk beralih ke bidang lain.

Mengasah Keterampilan dan Mencari Peluang Internal

Peter Duris dari Kickresume menyarankan karyawan untuk:

Langkah ini dapat menambah motivasi tanpa harus keluar dari perusahaan.

Mencari Mentor dan Membangun Peta Karier

Schielke menekankan pentingnya memiliki sounding board atau mentor dari berbagai bidang. Peta karier juga membantu memahami posisi saat ini, kontribusi jangka panjang, serta menentukan kapan saatnya berganti jalur.

Berkomunikasi dengan Atasan

Schielke mengingatkan pentingnya komunikasi proaktif dengan manajer. Berdiskusi tentang pengembangan diri dapat membantu karyawan memposisikan diri lebih baik dalam perusahaan.

Related Tags & Categories :

Gen Z