July 30, 2025 By pj

29 Juli 2025 – National Geographic Indonesia menerbitkan majalah edisi Juli 2025 yang berjudul “Satwa-Satwa Tanpa Cinta”. Majalah ini membahas bagaimana banyak spesies hewan di dunia yang memiliki peran penting dalam ekosistem justru terabaikan karena dianggap tidak menarik secara visual. Fenomena ini menunjukkan betapa kuatnya pengaruh persepsi estetika manusia terhadap keputusan konservasi. Artikel ini mengulas bagaimana rupa satwa mempengaruhi perhatian publik dan alokasi dana konservasi, serta mengapa kita perlu mengubah cara pandang demi menjaga keseimbangan alam.
Satwa seperti burung nasar (vulture), katak lembu Afrika, atau siput leopard slug kerap dijauhi karena penampilannya yang dianggap seram, menjijikkan, atau tidak karismatik. Namun, justru satwa-satwa inilah yang memainkan peran penting dalam menjaga kebersihan dan keseimbangan ekosistem.
Burung nasar, misalnya, membantu mengurangi penyebaran penyakit dengan memakan bangkai. Meski dianggap pembawa sial dan kotor, mereka sebenarnya adalah “kru pembersih” alam yang tak tergantikan. Seperti dijelaskan dalam laporan National Geographic Indonesia, “Kita berhutang banyak pada kru pembersih berbulu ini.”
Namun, populasi mereka nyaris punah di beberapa wilayah akibat racun dari obat ternak. Di India, misalnya, kepunahan vulture menyebabkan peningkatan bangkai hewan yang tidak terurai, lonjakan populasi anjing liar, dan peningkatan penyebaran rabies. Studi dari American Economic Review bahkan mengaitkan penurunan populasi vulture dengan lebih dari setengah juta kematian manusia antara tahun 2000 dan 2005.
Dalam konservasi, karisma satwa ternyata berpengaruh besar terhadap perhatian dan pendanaan. Spesies seperti panda, singa, dan jerapah yang dianggap “fotogenik” lebih mudah menarik simpati publik dan donasi. Sebaliknya, spesies D-list—sebutan untuk satwa yang kurang menarik secara visual—sering hanya kebagian “remah-remah” dari pendanaan konservasi.
Hal ini berkaitan dengan apa yang disebut sebagai efek halo, yaitu kecenderungan manusia menilai karakter atau nilai berdasarkan penampilan. Gabby Salazar, ilmuwan sosial dan National Geographic Explorer, menyebut bahwa preferensi terhadap satwa dengan mata besar dan wajah imut berkaitan erat dengan naluri evolusioner manusia, mirip dengan bagaimana kita merespons bayi manusia.
Beberapa contoh spesies yang tak menarik tapi penting secara ekologis antara lain:



Namun, karena tampilan fisik yang dianggap “tidak layak tampil”, satwa seperti ini terancam punah dan tidak menjadi prioritas konservasi. Padahal, sebagaimana dikutip dalam Instagram @natgeoindonesia, “Karisma satwa mengalahkan status terancam punah.”
Fenomena ini tidak hanya terjadi di dunia nyata, namun sudah tercermin dalam kisah-kisah dongeng seperti Pangeran Katak dari Jerman dan Bujang Katak dari Bangka Belitung. Keduanya menggambarkan tokoh buruk rupa yang ternyata memiliki nilai luar biasa setelah dikenali lebih dalam. Pesan moralnya jelas: penampilan bukanlah segalanya.
Saatnya kita merefleksikan cara pandang terhadap konservasi. Dana dan perhatian seharusnya tidak hanya diarahkan pada spesies yang “menjual secara visual”, tapi juga pada spesies yang punya peran ekologis krusial. Konservasi berbasis keunikan evolusioner dan fungsi ekologis lebih bijak ketimbang hanya berdasarkan estetika.
“Tidak semua pahlawan alam memiliki wajah yang menawan.” @natgeoindonesia. Beberapa dari mereka berbulu kusam, berlendir, atau bertaring tajam—namun justru merekalah penjaga alam yang tak terlihat.
Aye-aye adalah primata nokturnal terbesar di dunia dari Madagaskar. Meski penampilannya menyeramkan, aye-aye penting sebagai predator larva perusak pohon. Sering dibunuh karena dianggap sial, kini konservasionis berusaha mengubah persepsi ini dan melindungi populasinya.
Aye-aye, primata nokturnal terbesar di dunia asal Madagaskar, sering dianggap menyeramkan. Meskipun demikian, mereka memainkan peran penting sebagai predator larva perusak pohon. Sayangnya, aye-aye sering dibunuh karena dianggap membawa sial. Oleh karena itu, para konservasionis kini berupaya mengubah pandangan ini dan melindungi populasi mereka.
Related Tags & Categories :