12 Mei 2025 – Kepemimpinan militer sering kali dianggap sebagai solusi cepat untuk mengatasi ketidakstabilan politik, namun kenyataannya banyak negara yang justru mengalami kemunduran di berbagai sektor ketika dipimpin oleh rezim militer. Artikel ini akan mengulas dampak kepemimpinan militer di tiga negara—Mesir, Myanmar, dan Sudan—serta bagaimana kebijakan otoriter memengaruhi ekonomi, hak asasi manusia, dan stabilitas sosial.
Mesir Krisis Ekonomi di Bawah Kepemimpinan Otoriter
Kompas.com
Mesir dipimpin oleh Abdel Fattah el-Sisi, mantan panglima militer yang menggulingkan Presiden Mohamed Morsi pada 2013. Di bawah kepemimpinannya, Mesir menerapkan kebijakan otoriter yang membatasi kebebasan sipil.
Dampak Kebijakan Militer
Penurunan Ekonomi: Pertumbuhan ekonomi turun dari 3,8% menjadi 2,4%, memaksa Mesir bergantung pada pinjaman IMF sebesar US$1,2 miliar.
Pembatasan Kebebasan: Larangan demonstrasi, kontrol ketat terhadap LSM, dan hukum anti-terorisme yang represif membatasi ruang gerak masyarakat.
Ketergantungan pada Bantuan Asing: Anggaran militer yang besar mengorbankan alokasi dana untuk layanan publik, membuat rakyat semakin bergantung pada bantuan internasional.
Myanmar Kehancuran Ekonomi dan Krisis Kemanusiaan
CNBC Indonesia
Myanmar mengalami kudeta militer pada 2021 yang menggulingkan pemerintahan sipil terpilih. Jenderal Min Aung Hlaing mengambil alih kekuasaan dan menghentikan transisi demokrasi.
Dampak Kudeta Militer
Resesi Ekonomi: Ekonomi menyusut 20%, dengan Produk Domestik Bruto (PDB) turun 1%—terburuk di ASEAN.
Kemiskinan dan Kelaparan: 45% populasi hidup di bawah garis kemiskinan, sementara harga pangan melonjak 10 kali lipat.
Krisis Kesehatan: Militer menyerang 263 fasilitas medis dan menangkap 872 tenaga kesehatan, memperparah akses layanan kesehatan.
Sudan dipimpin oleh Jenderal Abdel Fattah al-Burhan setelah kudeta pada Oktober 2021. Kudeta ini memicu perang saudara yang berkepanjangan dan kehancuran ekonomi.
Dampak Kepemimpinan Militer
Konflik Etnis: Pembunuhan etnis di Darfur menyebabkan jutaan orang mengungsi.
Inflasi dan Utang: Inflasi meroket, sementara utang negara mencapai US$60 miliar (Rp900 triliun).
Ketimpangan Anggaran: Anggaran militer yang besar mengalahkan alokasi dana untuk layanan publik, membuat Sudan bergantung pada bantuan internasional.
Kepemimpinan militer di Mesir, Myanmar, dan Sudan telah membuktikan bahwa rezim otoriter sering kali gagal membawa stabilitas dan kemakmuran. Sebaliknya, kebijakan represif justru memperburuk ekonomi, memicu krisis kemanusiaan, dan mengikis hak asasi manusia. Pertanyaan besar kini adalah: Akankah negara-negara ini pulih, atau justru semakin terpuruk?