Leet Media

WNA Gunakan Kawin Kontrak untuk Miliki Properti di Bali, Pemerintah Bali Siapkan Perda Baru

April 21, 2025 By Reynaldi Aditya Ramadhan

21 April 2025 – Pulau Bali yang dikenal dengan keindahan alam dan kekayaan budayanya, kini dihadapkan pada fenomena yang memprihatinkan, yakni praktik kawin kontrak. Fenomena ini melibatkan warga negara asing (WNA) yang menikahi warga lokal Bali dengan tujuan utama untuk memiliki tanah dan properti di wilayah tersebut.

Cerita Nyata di Balik Kawin Kontrak

Salah satu contoh nyata datang dari Ni Ketut, warga Gianyar. Ia menikah dengan seorang pria berkebangsaan Eropa yang dikenalnya melalui perantara teman. Awalnya hubungan tersebut tampak serius, dan keduanya secara resmi menikah serta membeli sebidang tanah atas nama Ni Ketut. Namun, seiring waktu, kontrol atas properti tersebut sepenuhnya berpindah ke tangan sang suami asing. Ni Ketut hanya menjadi nama di sertifikat, sementara aset tersebut digunakan untuk kepentingan pribadi sang suami. Kasus serupa tidak sedikit terjadi di berbagai daerah di Bali.

Celah Hukum yang Dimanfaatkan

Praktik kawin kontrak ini merupakan bentuk penyalahgunaan celah hukum yang ada. Berdasarkan Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960, hanya Warga Negara Indonesia (WNI) yang memiliki hak atas tanah dengan status hak milik. Sedangkan WNA hanya diizinkan memiliki hak pakai dengan berbagai batasan ketat.

Namun dalam praktiknya, WNA menikahi warga lokal agar dapat menguasai aset melalui nama pasangan lokal. Meskipun secara hukum tercatat atas nama WNI, kendali penuh terhadap properti tersebut tetap berada di tangan WNA melalui perjanjian tidak resmi.

Pernikahan Singkat, Aset Tetap Dikuasai

Banyak kasus kawin kontrak berakhir dalam waktu singkat. Setelah tanah atau properti diamankan, hubungan pernikahan tersebut berakhir. Kendali atas aset tetap dikuasai WNA melalui kontrak terselubung atau kesepakatan bisnis.

Pandangan Ahli Hukum

Pakar hukum perdata dan agraria, I Made Wirawan, SH, menjelaskan bahwa “Selama dokumen legal lengkap, sulit untuk membuktikan bahwa pernikahan tersebut semata-mata bertujuan menguasai aset.” Oleh karena itu, edukasi hukum menjadi penting untuk meningkatkan kewaspadaan masyarakat terhadap praktik ini.

Respons Pemerintah Provinsi Bali

Menanggapi fenomena ini, DPRD Provinsi Bali melalui I Gusti Ayu Mas Sumatri dari Fraksi Demokrat-Nasdem, meminta pemerintah daerah meningkatkan pengawasan terhadap keberadaan WNA. Ia menilai praktik kawin kontrak sebagai bentuk penyelundupan hukum yang merugikan masyarakat lokal.

Penyusunan Perda Nominee

Gubernur Bali, I Wayan Koster, menyatakan bahwa praktik ini bukan hanya mengancam kepemilikan aset, tetapi juga nilai-nilai budaya dan moral masyarakat Bali. Untuk itu, Pemerintah Provinsi Bali tengah menyusun Peraturan Daerah (Perda) Nominee yang bertujuan memperketat kepemilikan properti oleh WNA dan mencegah penyalahgunaan status perkawinan.

Wakil Gubernur Bali, I Nyoman Giri Prasta, menambahkan bahwa Perda Nominee juga akan mengatur investasi asing ilegal, termasuk penyalahgunaan bentuk Penanaman Modal Asing (PMA) dan pembangunan villa ilegal.

Pengawasan Terhadap WNA Diperketat

Pemerintah pusat juga memperketat pengawasan terhadap WNA. Pada semester pertama tahun 2024, tercatat sebanyak 1.503 WNA telah dideportasi dari Indonesia, meningkat 135 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Deportasi ini banyak disebabkan oleh pelanggaran izin tinggal dan penyalahgunaan hubungan pernikahan.

Meningkatnya Kesadaran Hukum di Kalangan Muda

Di tengah maraknya kasus kawin kontrak, muncul kesadaran di kalangan generasi muda Bali terhadap pentingnya literasi hukum. Komunitas seperti “Pertiwi Legal Aid” secara aktif mengadakan penyuluhan tentang hak-hak hukum dalam pernikahan campuran dan kepemilikan properti.

Generasi muda Bali kini lebih kritis dan berhati-hati sebelum melakukan pernikahan dengan WNA, dengan harapan dapat menekan angka praktik kawin kontrak di masa depan.

Tanah Bali: Simbol Budaya dan Identitas

Tanah di Bali tidak hanya memiliki nilai ekonomi, tetapi juga nilai spiritual dan budaya yang tinggi. Tanah merupakan warisan leluhur dan bagian dari identitas masyarakat Bali. Ketika tanah berpindah tangan melalui praktik kawin kontrak, yang hilang bukan hanya aset, melainkan juga nilai-nilai luhur yang membentuk jati diri masyarakat Bali.
—-

Fenomena kawin kontrak di Bali menunjukkan pentingnya penguatan regulasi dan peningkatan literasi hukum di masyarakat. Perlindungan terhadap tanah Bali harus menjadi prioritas bersama antara pemerintah dan rakyat Bali. Dengan upaya yang terkoordinasi, Bali dapat mempertahankan identitas budayanya di tengah derasnya arus investasi dan pariwisata global.

Related Tags & Categories :

highlight