April 17, 2025 By Rio Baressi
17 April 2025 – Presiden Prabowo Subianto telah resmi menandatangani revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) menjadi undang-undang. Langkah ini dilakukan setelah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI mengesahkan RUU TNI dalam rapat paripurna pada 20 Maret 2025. Namun, pengesahan ini menuai berbagai kritik dari publik yang mengkhawatirkan implikasinya terhadap struktur dan peran TNI di masa depan.
Pengesahan revisi UU TNI melibatkan beberapa tahapan penting. DPR RI mengesahkan RUU TNI dalam rapat paripurna ke-15 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2024-2025, yang digelar di Gedung DPR, Jakarta. Setelah itu, Presiden Prabowo menandatangani undang-undang tersebut pada akhir Maret 2025, sebelum Hari Raya Idul Fitri 1446 H.
Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi menyebutkan bahwa Presiden menandatangani undang-undang tersebut pada tanggal 27 atau 28 Maret 2025. “Sudah, sudah, sebelum Lebaran,” ucap Prasetyo. Penandatanganan ini menandai finalisasi proses legislasi RUU TNI menjadi undang-undang.
Revisi UU TNI mengubah sembilan pasal dari Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI. Beberapa poin utama dalam perubahan ini meliputi:
Kekhawatiran publik terhadap kemungkinan kembalinya dwifungsi TNI menjadi isu sentral dalam polemik ini. Namun, Menteri Hukum Supratman Andi Agtas menegaskan bahwa dwifungsi TNI tidak akan terjadi. “Saya pastikan tidak akan mungkin ada yang berubah,” ujarnya. Perubahan ini hanya memberi legitimasi terhadap penugasan di lembaga-lembaga yang memang telah berhubungan dengan TNI sebelumnya, seperti Mahkamah Agung dan Kejaksaan Agung.
Pengesahan UU TNI memicu demonstrasi di berbagai daerah. Kritik utama datang dari kalangan aktivis dan masyarakat sipil yang menilai proses pengesahan terlalu terburu-buru tanpa dialog publik yang memadai. Demonstrasi ini juga berujung pada tindakan represif aparat terhadap massa aksi di sejumlah wilayah.
Kini, gelombang penolakan telah bergeser ke ranah hukum. Hanya beberapa hari setelah disahkan, UU TNI langsung digugat ke Mahkamah Konstitusi oleh sejumlah pihak yang menuntut pembatalan undang-undang ini.
Pengesahan revisi UU TNI ini menandai perubahan besar dalam struktur dan peran TNI. Meskipun pemerintah memastikan tidak ada dwifungsi, kekhawatiran publik tetap menjadi catatan penting. Pemerintah diharapkan membuka ruang dialog lebih luas untuk menjelaskan tujuan dan manfaat undang-undang ini, serta memastikan bahwa revisi ini tidak akan mengorbankan prinsip demokrasi dan supremasi sipil.
Melalui pengawasan yang ketat dan partisipasi aktif masyarakat, perubahan ini dapat diharapkan membawa manfaat positif bagi TNI dan bangsa Indonesia secara keseluruhan.