April 7, 2025 By Diva Permata Jaen
7 April 2025 – Runtuhnya gedung pencakar langit di Bangkok akibat gempa magnitudo 7,7 menjadi peringatan serius bagi Indonesia yang rawan gempa megathrust. Investigasi mengungkap penggunaan baja di bawah standar dan lemahnya pengawasan konstruksi sebagai penyebab utama keruntuhan tersebut, meski gedung baru 30% dibangun. Kondisi serupa bisa terjadi di Indonesia dengan potensi gempa besar di zona megathrust, harus segera memperkuat audit bangunan, memperketat standar material konstruksi, serta membenahi tata kelola proyek agar tak mengulang tragedi serupa.
BMKG memperingatkan bahwa zona megathrust Nankai di Jepang merupakan wilayah seismik aktif yang dapat memicu gempa berkekuatan lebih dari 9,0. Gempa ini berpotensi menimbulkan tsunami yang berdampak hingga ke Indonesia. Selain itu, BMKG juga menyoroti zona megathrust Selat Sunda dan Mentawai yang telah lama tidak mengalami gempa besar, sehingga akumulasi energi di wilayah ini bisa melepaskan gempa dahsyat sewaktu-waktu.
Sejarah mencatat, gempa megathrust Nankai telah beberapa kali memicu bencana destruktif. Misalnya, gempa Miyazaki 7,1 magnitudo pada Agustus 2024 yang dipicu oleh segmen megathrust Nankai. Para ilmuwan Jepang khawatir gempa ini bisa menjadi pemicu gempa lebih besar berikutnya.
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Basuki Hadimuljono, menyatakan bahwa semua proyek infrastruktur, termasuk jalan tol dan gedung pencakar langit, telah lolos uji tahan gempa berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) dengan periode gempa 1.000 tahunan. Namun, ia mengakui bahwa belum ada jaminan bangunan bisa bertahan dari gempa megathrust karena kekuatannya belum dapat diprediksi.
“Kalau Megathrust itu kita kan, bangunan-bangunan yang sudah dibangun apalagi tol, bangunan tinggi di Jakarta itu pasti sudah dengan hitungan tahun gempa 1.000 tahunan sekarang yang SNI yang baru,” kata Basuki.
Meski demikian, pemerintah belum mengalokasikan anggaran khusus untuk mitigasi megathrust. Basuki menegaskan bahwa antisipasi utama terletak pada desain bangunan yang sesuai SNI sejak awal pembangunan.
BMKG telah mengembangkan sistem Indonesia Tsunami Early Warning System (InaTEWS) untuk memantau aktivitas gempa dan tsunami secara real-time. Sistem ini diharapkan dapat memberikan peringatan dini yang cepat dan akurat kepada masyarakat.
Selain itu, BMKG menekankan pentingnya edukasi dan pelatihan mitigasi bencana. Kepala Pusat Gempabumi dan Tsunami BMKG, Daryono, mengatakan, “Kami berharap upaya dalam memitigasi bencana gempa bumi dan tsunami tersebut dapat menekan sekecil mungkin risiko dampak bencana yang mungkin terjadi, bahkan hingga dapat menciptakan zero victim.”
Pengamat tata kota Nirwono Yoga menyatakan bahwa gedung-gedung di Jakarta yang dibangun setelah tahun 2000 telah memenuhi persyaratan tahan gempa. Proses pengajuan izin mendirikan bangunan (IMB) melibatkan pemeriksaan ketat terhadap desain struktur.
“Setiap izin itu akan dikeluarkan, apalagi gedung-gedung bertingkat tadi sudah melalui sidang bangunan gedung melalui Dinas Pelayanan Terbantu Satu Pintu (PTSP) kalau sekarang, di mana melibatkan dinas terkait termasuk juga Kementerian PUPR (Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat),” ujar Yoga
“Untuk mengecek apakah waktu mengajukan izin tadi, desainnya sudah mengikuti desain tahan bangunan gedung. Jadi kalau yang (tahun) 2000an ke atas sebenarnya sudah memenuhi persyaratan itu, kalau nggak, nggak mungkin didirikan karena itu izin mutlak,” sambungnya.
Namun, ia mengingatkan bahwa bangunan perlu diaudit secara berkala, terutama setelah 20 tahun berdiri, untuk memastikan kekuatannya tetap optimal.
Yayat Supriyatna, Pengamat Perkotaan dari Universitas Trisakti, juga menyatakan bahwa gedung-gedung di Jakarta telah melewati proses permohonan dan pengkajian, termasuk memastikan bahwa bangunan tersebut tahan terhadap gempa dengan potensi tertinggi.
“Membangun gedung di Jakarta harus melalui proses permohonan dan pengkajian, termasuk aspek keselamatan bangunan,” katanya.
Ia memberikan contoh bahwa jika potensi gempa tertinggi di Jakarta adalah 9 skala richter, maka pondasi dan struktur dasar gedung dirancang untuk menahan gempa sebesar itu. Semua bangunan harus memenuhi standar keselamatan untuk mengurangi potensi kerusakan akibat gempa.
“Kita sudah seperti itu (memenuhi persyaratan), artinya kita sudah siap (menghadapi gempa megathrust),” ujarnya.
Namun, kondisi tersebut berlaku jika gedung dibangun sesuai dengan mekanisme yang benar sejak awal. Bangunan yang tidak mengikuti proses pembangunan yang semestinya akan memiliki kondisi yang berbeda.
“Bangunan yang diawasi sejak awal dan dibangun sesuai dengan mekanisme dan pengawasan yang tepat mungkin bisa aman,” pungkasnya.
Meski infrastruktur Indonesia telah dirancang dengan standar tahan gempa, tantangan terbesar adalah memastikan kesiapan menghadapi gempa megathrust yang kekuatannya belum pasti. Pemerintah dan BMKG terus berupaya meningkatkan sistem peringatan dini serta edukasi masyarakat.
Dengan kombinasi antara teknologi, regulasi, dan kesadaran masyarakat, diharapkan Indonesia dapat meminimalisir dampak bencana megathrust yang mungkin terjadi di masa depan.