March 25, 2025 By Rio Baressi
25 Maret 2025 – Nilai tukar rupiah kembali mencatatkan pelemahan signifikan pada perdagangan Selasa pagi, 25 Maret 2025. Posisi ini memperlihatkan tekanan ekonomi yang semakin meningkat, baik dari faktor domestik maupun global, yang memengaruhi stabilitas mata uang Indonesia.
Pada pembukaan perdagangan Selasa pagi di Jakarta, rupiah melemah sebesar 42 poin atau 0,26 persen menjadi Rp16.610 per dolar AS, dibandingkan posisi sebelumnya di Rp16.568 per dolar AS. Bahkan, pada pukul 09:10 WIB, rupiah menembus Rp16.620 per dolar AS, atau melemah 0,39 persen. Level ini tercatat sebagai yang terlemah sejak krisis moneter 1998.
Di pasar offshore, nilai tukar rupiah dalam kontrak Non-Deliverable Forward (NDF) untuk jangka waktu satu bulan juga mencatatkan pelemahan di level Rp16.667 per dolar AS. Kondisi ini mencerminkan tekanan yang signifikan terhadap mata uang nasional.
Menurut pengamat pasar uang, Ariston Tjendra, penguatan indeks dolar AS menjadi salah satu penyebab utama pelemahan rupiah. Pada Selasa pagi, indeks dolar tercatat di kisaran 104,30, naik dibandingkan posisi sebelumnya di 104,10. Kenaikan ini dipengaruhi oleh kebijakan tarif Presiden AS yang akan diberlakukan pada 2 April, serta meningkatnya konflik di Timur Tengah yang memicu kekhawatiran pasar global.
Selain itu, ketidakpastian ekonomi global turut memberikan dampak negatif. “Pasar masih mengantisipasi dampak kebijakan tarif dan konflik geopolitik, yang membuat sentimen terhadap aset berisiko, termasuk rupiah, menjadi lemah,” ujar Ariston.
Dari dalam negeri, pelemahan rupiah didorong oleh rendahnya kepercayaan investor terhadap pasar saham Indonesia. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dalam beberapa waktu terakhir mengalami penurunan tajam, mencerminkan pesimisme terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Selain itu, penurunan daya beli masyarakat yang terindikasi dari data impor barang konsumsi dan pelemahan sektor padat karya juga turut menekan nilai tukar rupiah.
Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, menyebutkan bahwa pelemahan ini berkaitan dengan kekhawatiran pasar atas revisi UU TNI yang dianggap dapat menurunkan daya saing Indonesia di masa depan. “Daya beli masyarakat turun, diiringi dengan penurunan penjualan kendaraan bermotor, jumlah simpanan perorangan, dan terjadinya PHK massal,” jelas Bhima.
Analis mata uang dari Doo Financial Futures, Lukman Leong rupiah bisa melemah mencapai Rp20.000 per dolar AS melihat keadaan ekonomi Indonesia saat ini.
“Bila berkaca dengan sentimen yang ada saat ini bisa saja, secara fundamental ekonomi mungkin Rp17.000 hingga Rp18.000 ribu,” ujar Lukman kepada inilah.com, Jakarta, Minggu (23/3/2025).
Meskipun begitu, Lukman mengatakan Bank Indonesia akan tetap menjaga stabilitas nilai tukar rupiah ditengah tekanan dolar yang tetap menguat. Apalagi, dengan Peraturan pemerintah tentang devisa hasil ekspor (DHE) yang baru menjadi penguat cadangan devisa tetap stabil.
“Realitas BI akan terus intervensi dan menjaga rupiah di level Rp16.000. Revisi PP DHE yang terakhir akan sangat mendukung cadangan devisa yang digunakan untuk intervensi,” tutur dia.
Untuk mengatasi tekanan ekonomi, pemerintah perlu segera mengambil langkah konkret. Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira menyarankan beberapa kebijakan, seperti:
Kebijakan ini diharapkan dapat memulihkan kepercayaan investor dan memperkuat fundamental ekonomi Indonesia.
Pelemahan rupiah ke level terendah sejak 1998 mencerminkan tantangan besar yang dihadapi ekonomi Indonesia saat ini. Dengan kombinasi faktor global dan domestik yang memengaruhi stabilitas ekonomi, diperlukan kebijakan yang tepat dan terukur untuk mengembalikan kepercayaan pasar dan menjaga stabilitas nilai tukar.