March 11, 2025 By Rio Baressi
11 Maret 2025 – Kasus korupsi di Indonesia terus menjadi sorotan publik karena dampaknya yang masif terhadap keuangan negara dan kualitas layanan bagi masyarakat. Beberapa dugaan kasus korupsi besar yang melibatkan anggaran negara baru-baru ini mencakup program Makan Bergizi Gratis, proyek di PT Perusahaan Listrik Negara (PLN), hingga manipulasi laporan keuangan PT Pupuk Indonesia. Berikut adalah uraian mendetail tentang kasus-kasus tersebut.
Program Makan Bergizi Gratis (MBG) dirancang untuk mendukung pemenuhan gizi anak-anak sekolah di seluruh Indonesia. Namun, program ini diwarnai berbagai dugaan penyimpangan, seperti pemangkasan anggaran dan penunjukan eksklusif Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG).
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Setyo Budiyanto, mengungkapkan bahwa penunjukan SPPG secara eksklusif untuk menjalankan program ini terlihat tidak transparan.
“Ada yang mendapat perlakuan khusus dalam penentuan SPPG atau pihak-pihak yang menjadi dapur, termasuk pembangunan fisiknya dan bahan bakunya,” ujar Setyo pada 8 Maret 2025 di Jakarta. Menurutnya, lokasi dapur yang tidak sesuai standar berpotensi menurunkan kualitas makanan yang disajikan kepada siswa.
Setyo juga menekankan pentingnya melibatkan masyarakat lokal untuk mengelola program MBG guna menghindari dominasi satu pihak dalam pengelolaannya. Langkah ini diyakini dapat meningkatkan transparansi dan mengurangi potensi penyimpangan.
KPK juga menerima laporan adanya pengurangan anggaran MBG di tingkat daerah. Awalnya, anggaran per porsi ditetapkan sebesar Rp15.000, tetapi kemudian dipangkas menjadi Rp10.000, bahkan Rp8.000. Hal ini berdampak pada kualitas makanan yang diterima siswa, terutama di daerah-daerah terpencil.
“Yang menjadi kekhawatiran, karena posisi anggaran di pusat, jangan sampai begitu sampai di daerah seperti es batu [yang mencair]. Kami sudah menerima laporan adanya pengurangan makanan yang seharusnya diterima senilai Rp10.000, tetapi yang diterima hanya Rp8.000. Ini harus jadi perhatian karena berimbas pada kualitas makanan,” kata Ketua KPK, Setyo Budiyanto dalam keterangan persnya, Jumat (7/3/2025).
Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Dadan Hindayana, membantah tuduhan ini. Ia menjelaskan bahwa perbedaan nominal bukanlah akibat pemangkasan, melainkan disesuaikan dengan kebutuhan kalori siswa dan indeks kemahalan wilayah.
“Misalnya, di Papua, khususnya Puncak Jaya, anggaran bahan baku bisa mencapai Rp59.717 per porsi,” jelas Dadan.
Setyo pun mengimbau BGN untuk berhati-hati dalam mengantisipasi potensi penyimpangan serta menekankan pentingnya tata kelola keuangan yang transparan dan akuntabel.
“Pengawasan sangat penting karena anggarannya luar biasa besar. Ada empat hal yang harus dicermati dalam Program MBG ini. Pertama, potensi fraud pasti ada. Semua terpusat di BGN, sehingga sulit diawasi hingga ke daerah,” jelas dia.
KPK mengkhawatirkan bahwa anggaran yang terpusat di Badan Gizi Nasional berpotensi menyimpang saat didistribusikan ke daerah.
“Posisi anggaran di pusat jangan sampai seperti es batu yang mencair begitu sampai di daerah,” tegas Setyo.
Oleh karena itu, ia menyarankan penggunaan teknologi dan pengawasan dari NGO independen untuk meningkatkan transparansi tata kelola keuangan.
Kasus korupsi besar lainnya yang menjadi perhatian adalah di PT PLN Persero, terutama terkait proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) 1 Kalimantan Barat yang mangkrak sejak 2016.
Proyek PLTU 1 Kalimantan Barat dimulai pada tahun 2008 dengan kapasitas 2×50 MW. Namun, proses lelang proyek tersebut diduga tidak sesuai prosedur. Konsorsium KSO BRN yang memenangkan lelang ternyata tidak memenuhi syarat prakualifikasi dan evaluasi teknis. Pada 11 Juni 2009, kontrak senilai USD 80 juta dan Rp507 miliar ditandatangani oleh Dirut PT PLN, Fahmi Mochtar, dengan pihak konsorsium KSO BRN. Namun, konsorsium tersebut kemudian mengalihkan seluruh pekerjaan ke dua perusahaan asal Tiongkok.
Sayangnya, pembangunan proyek tidak berjalan sesuai rencana hingga akhirnya mangkrak pada 2016. Akibatnya, proyek tersebut tidak dapat dimanfaatkan, dan kerugian negara diperkirakan mencapai Rp1,2 triliun.
Brigjen Arief Adiharsa dari Kortastipidkor Polri mengonfirmasi bahwa kasus ini telah naik ke tahap penyelidikan. Selain kasus PLTU 1 Kalimantan Barat, dua kasus besar lainnya yang melibatkan PLN juga sedang dalam proses investigasi. Wartawan senior Hersubeno Arief menyoroti, “Kerugian Rp1,2 triliun ini duit rakyat yang sangat besar.”
PT Pupuk Indonesia menjadi sorotan karena dugaan manipulasi laporan keuangan yang menyebabkan kerugian negara hingga Rp8,3 triliun.
Menurut audit independen, ditemukan adanya selisih dalam laporan keuangan PT Pupuk Indonesia. Salah satu temuan signifikan adalah rekening senilai hampir Rp8 triliun yang tidak disajikan dalam neraca perusahaan. Direktur Eksekutif ETOS Indonesia Institute, Iskandarsyah, mendesak Kejaksaan Agung untuk menetapkan Direktur Utama dan Direktur Keuangan PT Pupuk Indonesia sebagai tersangka.
“Ini uang negara, bukan uang nenek moyangnya. Jadi harus dikembalikan kepada negara untuk rakyat,” tegas Iskandarsyah.
PT Pupuk Indonesia membantah tuduhan tersebut. Sekretaris Perusahaan Wijaya Laksana menyatakan bahwa laporan keuangan perusahaan telah diaudit oleh Kantor Akuntan Publik independen dan disusun sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan di Indonesia.
“Kami berkomitmen menjalankan tata kelola perusahaan yang baik dan memastikan transparansi laporan keuangan yang diaudit oleh auditor independen,” ujar Wijaya.
Namun, publik tetap mendesak agar kasus ini diinvestigasi lebih lanjut untuk memastikan tidak ada pelanggaran yang terjadi.
Kasus-kasus korupsi ini menunjukkan urgensi reformasi tata kelola keuangan di berbagai lembaga negara. Keterlibatan masyarakat dalam pengawasan, transparansi dalam pengelolaan dana, serta pemanfaatan teknologi dianggap sebagai langkah penting untuk mencegah terulangnya kasus serupa. Dengan demikian, upaya memberantas korupsi dapat berjalan lebih efektif demi masa depan Indonesia yang lebih bersih.