Leet Media

Orang Indonesia Gampang Nikah dan Gampang Cerai, Menag: Kita Akan Buat Kursus Calon Pengantin Setara dengan Satu Semester

March 9, 2025 By Diva Permata Jaen

Detikcom

10 Maret 2025 – Pernikahan seharusnya menjadi ikatan suci yang bertahan seumur hidup. Namun, fakta menunjukkan bahwa angka perceraian di Indonesia terus meningkat setiap tahun. Data dari Kementerian Agama (Kemenag) mengungkapkan bahwa sekitar 35 persen pernikahan berakhir dengan perceraian. Lebih mengejutkan lagi, 80 persen dari perceraian tersebut terjadi dalam lima tahun pertama pernikahan.

Menteri Agama, Nasaruddin Umar, menyatakan bahwa faktor utama perceraian meliputi masalah ekonomi, perbedaan usia, pendidikan, serta pernikahan lintas agama yang disebut sebagai penyebab terbesar, dengan kontribusi lebih dari 90 persen. Fenomena ini menimbulkan kekhawatiran akan stabilitas sosial dan kesejahteraan keluarga di masa depan.

Kursus Calon Pengantin Selama Satu Semester

Untuk mengatasi tingginya angka perceraian, Kemenag berencana menerapkan program kursus calon pengantin selama satu semester atau sekitar enam bulan. Program ini bertujuan memberikan pembekalan mendalam kepada pasangan yang akan menikah agar lebih siap menghadapi kehidupan rumah tangga.

“Bayangkan, 2,2 juta orang menikah setiap tahun, berarti sekitar 4 jutaan orang. Dari jumlah itu, 35 persen di antaranya cerai. Dan 80 persen perceraian terjadi pada usia pernikahan di bawah 5 tahun,” ujar Menteri Agama Nasaruddin Umar.

Dengan adanya kursus ini, calon pasangan diharapkan dapat memahami realitas kehidupan berumah tangga, sehingga dapat menghindari kesalahan yang sering menjadi penyebab perceraian. Selain itu, mereka akan mendapatkan pelatihan langsung mengenai berbagai aspek pernikahan yang sering menjadi tantangan dalam kehidupan sehari-hari.

Materi yang Akan Diajarkan dalam Kursus

Dalam kursus ini, calon pengantin akan diberikan pemahaman tentang berbagai aspek pernikahan, termasuk:

Dengan materi yang lebih komprehensif, pasangan akan memiliki wawasan dan keterampilan yang cukup untuk menjalani kehidupan rumah tangga dengan lebih harmonis.

Inspirasi dari Program Pendidikan Pra-Nikah di Negara Lain

Program ini terinspirasi dari sistem pendidikan pra-nikah dalam agama Katolik serta beberapa negara yang menerapkan pembekalan jangka panjang sebelum pernikahan. Di negara-negara tersebut, calon pengantin diwajibkan mengikuti kursus yang mencakup aspek psikologis, sosial, dan finansial agar lebih siap menjalani kehidupan berkeluarga.

Di Amerika Serikat dan beberapa negara Eropa, pendidikan pranikah menjadi syarat bagi pasangan yang ingin menikah. Mereka diberikan bimbingan intensif tentang aspek emosional dan psikologis pernikahan, termasuk bagaimana menyelesaikan konflik dengan sehat. Selain itu, di beberapa negara Asia seperti Jepang dan Korea Selatan, kursus pranikah juga mulai menjadi tren sebagai upaya menekan angka perceraian yang semakin meningkat.

Kolaborasi Kemenag dan Mahkamah Agung

Untuk memastikan efektivitas program ini, Kemenag akan bekerja sama dengan Mahkamah Agung guna memperkuat bimbingan pernikahan. Kolaborasi ini diharapkan mampu menekan angka perceraian dan mengurangi dampak sosial yang sering kali merugikan perempuan dan anak-anak.

Bimbingan ini juga akan melibatkan para ahli dari berbagai bidang, termasuk psikolog keluarga, konselor pernikahan, dan ekonom rumah tangga. Dengan pendekatan multidisiplin ini, pasangan calon pengantin akan lebih siap menghadapi berbagai tantangan yang mungkin muncul dalam pernikahan mereka.

Harapan dari Program Kursus Pranikah

Melalui kursus ini, diharapkan calon pengantin memiliki pemahaman yang lebih baik tentang tantangan dalam pernikahan dan cara mengatasinya. Dengan pembekalan yang lebih mendalam, pasangan akan lebih siap membangun rumah tangga yang harmonis dan langgeng.

Selain menekan angka perceraian, program ini juga diharapkan dapat meningkatkan kualitas pernikahan di Indonesia. Dengan pasangan yang lebih siap secara mental, emosional, dan finansial, maka rumah tangga yang terbentuk akan lebih stabil dan minim konflik.

Dengan adanya kebijakan ini, Kemenag berharap angka perceraian di Indonesia dapat ditekan secara signifikan, sehingga kualitas kehidupan keluarga di Indonesia menjadi lebih baik. Jika program ini berhasil, bukan tidak mungkin Indonesia akan menjadi contoh bagi negara lain dalam upaya menciptakan pernikahan yang lebih sehat dan berkualitas.